Malam tahun baru kali ini cukup random bagi kami. Saya dan anak-anak berada di Jogja, sementara suami berada di Lampung. Mahesh si kecil yang baru saja sembuh dari sakitnya, masih menikmati istirahatnya dengan khusuk. Iya, secara masih bayi, tak ada beda malam ini dengan malam-malam sebelumnya, dan doi pun sudah terlelap sejak pukul 20.00 tadi. Ganesh si anak TK yang tahun depan masuk SD, sudah lebih mengerti, meskipun baru sebatas di jalanan banyak penjual terompet dan kembang api; dan dia pun memilih untuk membakar 2 kotak kembang api lalu membuat kartu dengan kardusnya untuk merayakan perpindahan dari tahun ‘two thousand and sixteen’ menjadi ‘two thousand and seventeen’, sampai sekitar pukul 21.00, sampai akhirnya minta ditemenin gosok gigi dan kemudian nyusul adeknya tidur.
Si Bapak, seharian ini sepertinya sibuk dengan persiapan perayaan pergantian tahun di kantornya. Dan malam ini pasti dia melewatkan tahun 2016 dengan pesta kembang api dan printilannya di kantor, seperti tahun sebelumnya. Seems that he got the most mainstream end year party this year :D.
Sementara saya… sebenarnya tidak ada ide sama sekali ingin melakukan apa. Malam ini terasa tidak ada beda dengan malam-malam sebelumnya. Sampai akhirnya beberapa puluh menit yang lalu saat tiba-tiba pikiran melayang mengingat kejadian-kejadian di 2016 yang membuat tahun ini terasa begitu singkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bukan karena tahun ini dipenuhi dengan kebahagiaan tanpa henti, tapi karena tahun 2016 ini dipenuhi dengan kegamangan, perjuangan, keyakinan dan titik terang.
Well, here is my 2016 in review…
KEGAMANGAN. Menyandang status working mother, memang adalah perkara yang umum dalam masyarakat. Namun, saya yakin, sebagian besar ibu bekerja pernah mengalami kegamangan atas perannya ini. Kegelisahan akan kemampuannya memberikan kebutuhan keluarga (terutama anak-anaknya), sementara dia harus bekerja 8 jam sehari di luar rumah. Apalagi saat sang anak menunjukkan gejala perlunya perhatian lebih, seperti berubah menjadi mudah tantrum, sulit diatur atau tidak mau sekolah. Dan kegamangan itulah yang saya rasakan di awal tahun 2016, saat Ganesh menunjukkan semua gejala yang saya sebutkan tadi. Kegamangan yang saat itu sudah membulatkan tekad kami (saya dan suami) agar saya resign untuk bisa lebih intensif mendampingi Ganesh secara fisik dan psikis. Saat itu, bahkan kami sudah menetapkan deadline untuk realisasi keputusan itu, meski akhirnya terurung karena berbagai pertimbangan menyangkut orang-orang yang kami cintai.
PERJUANGAN. Sebuah keputusan yang membuat saya benar-benar berada titik tersibuk, ter-hectic dan ter-dilema dalam hidup saya. Saat akhirnya, saya kembali masuk bekerja setelah mengambil jatah cuti besar saya selama 2 minggu untuk mempersiapkan transisi Ganesh dengan sekolah barunya. Masa selama 4 bulan yang dipenuhi warna yang random; antara mengajak Ganesh ke kantor, waktu kerja yang sempit (kerena selalu terlambat ke kantor dan ada rutinitas mengantar Ganesh ke sekolah yang memakan waktu 30 menit), tuntutan kerja yang tidak rasional (mendadak dilimpahi pekerjaan seseorang yang sebut saja mengundurkan diri), sulit konsentrasi saat kerja (yah, namanya bawa anak umur 5 tahunan, ada aja… mau pipis, minta diliatin, dsb)…
KEYAKINAN. Semua itulah yang membuat hidup saya terasa begitu sibuk, hectic dan penuh dilema. Penuh dilema, karena saya bukanlah seorang yang merasa biasa saja dengan semua (akui saja) kinerja buruk dan ketidakprofesionalan kerja dalam masa 4 bulan itu. Sesuatu yang harus saya kuatkan untuk dijalani dengan penyemangat bahwa itu saya lakukan demi Ganesh, demi orang-orang yang saya cintai dan juga bahwa semua itu akan berakhir dengan sesuatu yang baik.
TITIK TERANG. Hingga akhirnya semua keyakinan itu menjadi nyata… perjuangan fisik dan psikis selama 4 bulan itu menghasilkan sesuatu yang baik. Dimulai dengan sikap Ganesh yang perlahan membaik dan dia begitu suka dan bersekolah di tempat barunya. Kemudian semakin baik saat Ganesh mulai masuk TK B yang dimulai pukul 07.30, sehingga saya bisa datang ke kantor dengan waktu keterlambatan yang minimal (jarak sekolah Ganesh ke kantor hanya 15 menit) dan waktu pulang pun menjadi tanggung-jawab si Bapak untuk mengantarkannya kembali ke rumah. *Oh ya, dulu Ganesh masuk siang karena waktu itu tinggal kelas siang yang ada**karena kan masuknya di tengah tahun ajaran*
Kemudian, menjadi semakin baik lagi… saat akhirnya ada tambahan personel dalam tim kami yang bisa meng-handle beberapa pekerjaan yang dilimpahkan kepada saya. Sehingga saya memiliki lebih banyak keleluasaan untuk bisa kembali memasang target kualitas dan kuantitas akan pekerjaan saya. Sehingga saya mulai merasakan kembali sebuah semangat kerja, yang sebelumnya benar-benar terkikis karena tidak adanya waktu untuk mengejar apa itu kualitas yang bagi saya adalah prestasi. Dan tanpa sebuah perasaan bisa mendapatkan sebuah prestasi itu, dunia kerja benar-benar membosankan dan stressfull!
Titik terang itu memang bukan berarti kemudian saya tidak menjalani hari-hari dengan santai, karena toh saya malah HARUS berangkat lebih pagi setiap hari. Yang itu sudah pasti diawali dengan bangun yang lebih pagi untuk menyiapkan segala printilan Ganesh dan Mahesh; sebut saja saja sarapan, makan siang, bekal sekolah, memandikan mereka dsb. sebelum akhirnya berangkat.
Yes, tiap pagi benar-benar hectic, namun kali ini hectic yang dipenuhi semangat, kebahagiaan dan tanpa dilema. Karena saya merasa bisa menjalankan peran saya sebagai ibu, istri sekaligus pekerja dengan baik. At this time, I really enjoying my life and don’t feel the urge to quit my job… Yah, jujur saja, saya akui sepertinya saya bukanlah tipe wanita yang bisa menikmati hidup sebagai ibu rumah tangga saja. Itu bukan sesuatu yang baik, juga bukan sesuatu yang buruk menurut saya, karena setiap manusia memiliki karakternya sendiri-sendiri. Tidak perlu memaksanakan sesuatu yang memang bukan diri kita tanpa sebuah alasan yang benar-benar kuat. Karena untuk merubah diri kita, memang dibutuhkan suatu momen yang benar-benar besar. For me, whatever a mother choose (to stay at home or work outside), it’s OK as long as they love their children and their children feel enough with that love…
Keyakinan itu juga yang membuat hari-hari saya lebih menggembirakan dan tenang. Oh ya, saya tahunya anak-anak merasa puas dan sejahtera dengan perhatian yang saya berikan; ya dari ketenangan mereka secara fisik dan psikis… mereka happy di rumah dan di sekolah, perilakunya baik, menyambut saya dengan antusias saat pulang kerja, berangkat sekolah dengan semangat dan sebagainya.
So… itulah apa yang terjadi di 2016 dalam 900-an kata… Sebuah perjalanan yang alhamdulillah memberikan saya begitu banyak pelajaran, kebijaksanaan dan keyakinan baru dalam hidup saya. Semua yang saya butuhkan untuk melompat lagi lebih tinggi di tahun 2017, meraih pencapaian-pencapaian yang saya inginkan; seperti:
- Belajar menjahit *ini sudah fixed, karena kemarin sudah beli mesin jahit pas Harbolnas :D
- Berangkat lebih pagi untuk mengantar Ganesh sekolah dan ke kantor, karena meski cuma beberapa menit, Ganesh seringkali terlambat. And that is bad for a preschooler since they need more time to adapt the learning situation. Anak kecil perlu main-main sebentar, pemanasan sebelum ‘belajar’.
- Berolah-raga minimal 30 menit setiap hari supaya lebih sehat dan bugar.
- Mengerjakan tugas harian dengan lebih efisien sehingga bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk menulis. Karena menulis bagi saya adalah pelampiasan akan keinginan untuk mengungkapkan diri dan menghasilkan sebuah karya. Atau singkatnya, menulis itu sesuatu yang memuaskan batin saya :D.
- Belajar lebih lagi dalam mengelola emosi, supaya lebih sabar menghadapi duo ‘cocil’ (cowo kecil) yang makin banyak tingkahnya. *Menurut saya, bagaimana pun juga, anak cowo itu lebih menguras energi dan emosi*
- Hmm, apalagi ya? Lainnya mungkin ditambahkan nanti sambil jalan :D
Sementara, 5 poin di atas sudah cukup untuk memberi arah dan semangat di tahun yang baru, tahun 2017. Dengan harapan, tentu saja, saya bisa melewati tahun 2017 dengan makna yang sebaik-baiknya; pelajaran dari suka dan duka, semangat dalam mengejar sebuah impian dan juga kebahagiaan atas sebuah pencapaian. Amiin.
OK, now, it’s 1220 words already… Sudah jam 01.00 lebih juga… Dan Mahesh juga beberapa kali terbangun dan nangis kejer. Dugaan saya sih karena tadi terbangun dari tidur siang saya ga ada, padahal dia belum seberapa familiar dengan simbah dan buliknya. Semacam sedikit trauma, walaupun cuma 10 menitan saja lalu saya datang. Yah, begitulah, kadang keinginan emak untuk sedikit bersenang-senang tidak berbanding lurus dengan harapan dan keinginan anak :(. Maaf ya Le…
Nah kan, jadi ngelantur panjang lagi :D. This is it… Happy new year teman-teman semua. Semoga tahun 2017 lebih baik dari pada tahun 2016 bagi kita… Amiin :).
With Love,
Nian Astiningrum
-end-
No comments :
Post a Comment
Hai! Terima-kasih sudah membaca..
Silakan tinggalkan komentar atau pertanyaan disini atau silakan DM IG @nianastiningrum for fastest response ya ;)