Skripsi, pada hakikatnya hanyalah sebuah karya tulis. Tapi, menurut pengamatan saya, dia seringkali menjadi momok bagi seorang mahasiswa, bagaikan sebuah ujian berat sebelum seseorang dinyatakan lulus. Hmm, apakah kamu termasuk yang berpendapat demikian? Jika ‘ya’, maka kamu punya pemikiran yang sama dengan saya sekitar 8 tahun yang lalu, saat menginjak semester ke-7 kuliah, 1 semester sebelum mengambil mata kuliah penulisan skripsi. Dan karena itu, saya pun mengambil ancang-ancang sebelum benar-benar mengambil mata kuliah penulisan skripsi pada semester ke 8. Dan kamu percaya atau tidak, saya berhasil menyelesaikan skripsi saya dalam waktu sekitar 6 bulan saja. Atau mungkin kurang dari itu, karena saya mengerjakannya sembari mengambil mata kuliah KKN yang mengharuskan saya menginap di daerah KKN (yang cukup pelosok) selama 2 bulan, sampai akhirnya bisa fokus mengerjakan skripsi sekembali dari sana.
Dimana skripsi saya walaupun mungkin tidak terlalu spesial insyaallah tidak ‘abal-abal’ kok. Saya kuliah di sebuah PTN terakreditasi A (Jurusan Psikologi UGM), yang katanya waktu itu 1:40 peminat dan mahasiswa yang diterima. Dosen pembimbing saya pun seorang guru besar dengan berderet karya ilmiah yang sudah diterbitkan secara nasional dan internasional (Johana E. Prawitasari, Ph.D.). Jadi, insyaallah benar-benar sebuah skripsi yang cukup layak, bahkan untuk diterbitkan dalam Jurnal Psikologi UGM pada tahun 2007.
Eh, tapi kata ‘singkat’ ini relatif ya… Untuk sebuah skripsi yang membutuhkan penelitian sosial secara kualitatif, bisa jadi memang memerlukan waktu penelitian yang lebih lama. Atau skripsi-skripsi untuk jurusan exact yang misalnya kita harus melakukan uji coba penanaman yang harus ditunggu hingga benih tumbuh hingga usia tertentu (pengalaman adik yang kuliah di fakultas pertanian), mungkin waktu 6 bulan adalah waktu yang tidak mungkin.
Iya, mungkin tips ini paling pas untuk teman-teman yang kuliah di jurusan sosial seperti saya; walaupun tidak menutup kemungkinan bisa juga diterapkan bagi teman-teman yang kuliah di jurusan exact. Who knows? Let’s see…
Pilih topik skripsi sesuai minat kita. Klasik memang kedengarannya, tapi memilih topik skripsi sesuai minat kita pada suatu hal akan membuat kita lebih bersemangat mengerjakannya. Waktu itu, saya memilih topik mengenai ekspresi wajah sebagai pertanda emosi; karena menurut saya itu adalah hal yang ‘keren’, menarik serta belum banyak diteliti di Indonesia. Yes, saya merasa lebih tertantang dan bersemangat dengan hal-hal yang baru dan unik.
Rancang penelitian yang membuat kita bersemangat! Ukur dan kenali kemampuanmu sendiri. Kalau kamu suka penelitian kualitatif, ya pakai metode itu. Tapi sebaliknya, kalau kamu cenderung tidak sabar dan telaten, ya jangan paksakan menggunakan metode itu. Atau lebih spesifik, kamu bisa memilih penelitian yang menggunakan metode spesifik; seperti wawancara, observasi, kuesioner, eksperimen di laboratorium dkk., yang membuat kita bersemangat untuk mengerjakannya; tapi tentu saja, ini harus disesuaikan juga dengan topiknya ya… Dan berkaitan dengan hal ini, saya sendiri memilih untuk menggunakan kuesioner, yang salah satunya secara spesifik menggunakan potongan-potongan gambar ekspresi wajah pada Komik Jepang alias Manga. Karena apa? Tentu saja karena waktu itu saya suka sekali dengan Manga, sampai-sampai menjadi anggota beberapa taman bacaan yang banyak ditemui di Kota Jogja. Dan masalah memantengi gambar-gambar Manga,memilih gambar-gambar ekspresi wajah yang dibutuhkan, menggunting-guntingnya, memilah-milah berdasarkan jenis emosi yang ditampilkan sampai berinteraksi dengan teman-teman yang ahli membuat Manga untuk menjadi rater kuesioner yang terdiri dari potongan-potongan gambar Manga itu adalah sesuatu yang menyenangkan!
Pilih dosen pembimbing skripsi yang ‘pro’. Dosen pembimbing skripsi itu boleh milih kan? Karena dulu di fakultas kami, ya, kami boleh hunting dosen pembimbing skripsi kami sendiri. Dan menurut pengalaman saya, dosen yang pembimbing ini memiliki andil yang sangat besar dalam proses pengerjaan skripsi saya. Kesimpulan ini juga saya dapatkan saat melihat skripsi adik saya yang tak kunjung sudah karena dosen pembimbing skripsinya yang kurang berdedikasi :(. Dan dosen pembimbing skripsi yang baik menurut saya adalah: cerdas, berpengalaman dan memiliki minat pada bidang yang akan kita teliti, tepat waktu dan tepat janji; pokoknya kesannya profesional dan helpful.
Dulu, saat memutuskan dosen pembimbing skripsi, pada awalnya saya merasa tidak percaya diri karena beliau adalah dosen yang benar-benar terlihat pintar, cool dan profesional. Beliau banyak mengampu mata kuliah untuk mahasiswa S2, dan itu membuat saya bimbang apakah beliau akan menuntut hal yang sulit dicapai oleh mahasiswa S1 yang biasa-biasa saja seperti saya, atau sebaliknya bisa memberikan pencerahan-pencerahan yang justru memudahkan. Dan alhamdulillah, ternyata
Buat jadwal visual tentang apa yang harus kita kerjakan day by day! Ya! Apalagi jika kamu punya saya punya kecenderungan sifat obsesif-kompulsif seperti saya, yaitu menunda-nunda waktu. Maka membuat jadwal sehari-hari dalam sebuah kertas A0 yang ditempel di dinding kamar itu sangat membantu saya tetap on track pada target yang saya buat. Kenapa? Karena saya bisa melihat dengan jelas, berapa waktu yang masih saya punya untuk mengerjakan hal-hal yang harus saya selesaikan; dan sifat kompulsif saya justru malah berbalik; dari menunda-nunda waktu menjadi sebuah keinginan untuk menyelesaikan daftar tugas yang sudah saya buat sendiri dalam jadwal tersebut.
Siapkan diri dan strategi sebelum berkonsultasi dengan dosen pembimbing! Waktu bertemu dengan dosen itu sesuatu yang benar-benar berharga bukan? Pada beberapa kasus, bahkan seringkali saya mendengar cerita bahwa untuk menemui dosen pembimbing skripsi, seorang mahasiswa harus membuat janji berkali-kali atau bahkan ‘mengejar-ngejarnya’… Jadi, manfaatkan waktu bimbingan semaksimal mungkin! Caranya:
- Dengan mengerjakan tugas yang harus kita tunjukkan ke dosen sebaik mungkin, sehingga kita tidak perlu mengulang-ulang membuat janji konsultasi untuk hal yang sama.
- Buat daftar pertanyaan dan kendala, sehingga kita mendapatkan sebanyak mungkin pencerahan agar setelahnya kita bisa mengerjakan banyak hal dan skripsi kita cepat selesai. Pokoknya, jangan sampai ada yang terlewat, karena jika demikian maka akan menghambat saya mengerjakan ‘tugas’ selanjutnya.
Kerja keras! Push yourself to your limit! Itu adalah hal selanjutnya yang harus mengikuti perjalanan pengerjaan skripsi kita. Kerja keras itu seperti apa? Jika saya waktu itu adalah: dengan membuat jadwal yang rapat (no santai-santai); duduk di perpustakaan berjam-jam setiap harinya untuk mencari literatur dan keluar masuk untuk fotocopy bagian yang dibutuhkan (karena waktu itu belum punya laptop); begadang mengetik studi pustaka, analisis data dan sebagainya yang kemudian dilanjutkan paginya segera ke kampus untuk mencari pustaka lain atau berkonsultasi dengan dosen pembimbing; dan seterusnya. Kerja keras adalah bekerja, bekerja, bekerja!
Berdoa kepada Sang Pencipta… Yah, memohon bantuan dan kemudahan-Nya adalah hal yang tidak bisa dikesampingkan. Di satu sisi, saya merasa ada banyak kebetulan yang sengaja diciptakan-Nya untuk membantu saya pada proses ini; seperti bagaimana menemukan dosen pembimbing skripsi yang baik dan bertemu dengan teman-teman yang membantu proses pengerjaan skripsi. Dan di sisi lain, dengan keyakinan pada bantuan-Nya membuat saya lebih percaya diri dan tenang bahwa akan selalu ada penyelesaian atas segala rintangan yang mungkin timbul. Itulah yang terjadi pada saya! Seperti pada saat kemudian dosen pembimbing saya mengembalikan draft skripsi saya dan menyatakannya sudah siap uji. Lalu saya berhasil membuat janji dengan dosen penguji lainnya dan bagian penyusun jadwal ujian skripsi untuk benar-benar menjalani ujian pendadaran skripsi… Hanya 1 minggu setelah draft skripsi saya dinyatakan layak uji! Dimana itu adalah waktu yang benar-benar mendekati limit saya bisa mengejar segala persyaratan untuk ikut pada wisuda pada periode Agustus 2008! Yang waktu itu saja, saya sudah ancang-ancang untuk wisuda pada periode selanjutnya, yaitu November 2008, karena lebih realistis. Tapi, itulah, ternyata ada begitu banyak kemudahan, hingga akhirnya saya bisa diwisuda pada Agustus 2008. Alhamdulillah…
***
Dan begitulah tips bagaimana saya menyelesaikan skripsi dalam waktu kurang lebih 6 bulan saja. Waktu yang menurut saya relatif cukup singkat di tengah banyaknya cerita mahasiswa yang stuck atau bahkan merasa horror sebelum benar-benar mengerjakan skripsinya. Dan untuk mereka saya ingin berkata, “Hei, skripsi itu cuma salah satu jenis karya tulis kok, just do it dengan segala daya dan upayamu, maka dia akan selesai seperti seharusnya.” Tapi ya itu tadi, kuncinya ‘do it!’, jangan bersantai-santai, jangan terlena karena tidak ada lagi tuntutan pergi ke kampus, apalagi berusaha lari darinya. ‘Main-main’ bisa nanti lagi kok, jika gelar sarjana sudah di tangan. Atau nanti saat kita sudah benar-benar berhasil meraih kemandirian.
“Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian.”
With Love,
Nian Astiningrum
-end-
Klo saya, yg lamaaa bgt itu nyari ide/topiknya... Ngerjainnya mah sebentar... Tugas akhir 4 bln, tesis 3 bln :D
ReplyDeleteWah, good job Mak.. nyari ide memang cukup memakan waktu..
DeleteUntung waktu itu, sejak awal sudah jelas minatnya kemana dan semakin mengkerucut menjelang skripsi, jadi pas kuliah Metodologi Penelitian di semester 7 pun sudah kebayang..
Jadi berani deh, ambil KKN sama penulisan skripsi semester berikutnya :D
terimakasih tipsnya, semoga skripsiku lancar hehe. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/
ReplyDelete