Lulus kuliah, bekerja, menikah dan kemudian mempunyai anak…
menjadi wanita karir sekaligus membangun keluarga yang hangat, itulah mimpi
saya. Mimpi yang saat itu terasa sederhana dan mudah saja dicapai… waktu itu
saya masih begitu naïve (tutup muka :D). Sekarang, sejak memiliki Si Sulung
Ganesha, semua berubah… Mimpi menjadi wanita karir terbang begitu saja,
ternyata saya tidak bisa mengesampingkan anak dan keluarga saya lebih dari lima
hari seminggu dan delapan jam sehari. Ternyata saya posesif sekali, saya tidak
ingin kehilangan waktu bersama keluarga saya lebih dari kewajiban saya sebagai
pekerja. Hingga bekerja lebih dari pukul 07:30 sampai dengan 16:00 itu terasa
pengorbanan yang berat sekali. Saat itu, mimpi saya pun berubah… Bekerja selama
8 jam sehari dan lima hari seminggu itu seperti ‘me time’ untuk bisa mengekspresikan sisi ‘suka mengejar target’
dalam diri saya. Namun, di luar itu adalah ‘hidup dan tujuan’ saya
sesungguhnya… keluarga…
Dan kemudian ‘drama-drama’ si ibu posesif yang tetap harus
menjadi nomor satu ‘di rumah’ tapi masih membutuhkan ‘kerja’ untuk
menyeimbangkan jiwa; pun hadir silih berganti. Mulai dari ringan hingga berat,
dan yang paling umum terjadi adalah pada saat harus pergi ke luar kota untuk
dinas. Dan saat-saat seperti itu, saya selalu membawa anak yang belum saya
sapih. Alasannya sederhana saja, karena menurut saya pada masa menyusui, anak
masih sangat tergantung secara fisik dan terlebih secara psikis pada ibu dan
saya tidak tega meninggalkan mereka di malam hari. Yah, sebenarnya bisa saja
sih anak dibiasakan untuk ditinggalkan di malam hari juga, tapi saya sengaja
tidak melakukan hal itu. Bagi saya kebersamaan di malam hari itu adalah waktu
untuk mengobati rasa rindu setelah selama 8 jam berpisah di siang hari, bagi
saya maupun anak-anak. Dan saya tidak keberatan untuk lebih repot dan
mengeluarkan dana pribadi mengajak anak dinas keluar kota bersama pengasuhnya.
Demi kesehatan mental bersama, pengorbanan itu sepadan…
Ganesha 2 tahun ikut dinas ke Palembang dari Tanjung Enim
Juni 2013
|
Sejak berstatus sebagai ibu, entah sudah berapa perjalanan
dinas yang saya lakukan bersama anak. Mulai dari yang dekat via darat dari
Tanjung Enim ke Palembang, sampai yang jauh via udara seperti ke Surabaya,
Jakarta dan Medan. Semua bisa dilewati dengan tantangannya masing-masing…
sampai akhirnya dinas terakhir dari Bandar Lampung ke Palembang terpaksa gagal,
setelah saya sampai di lokasi dinas.
Saat itu saya harus dinas untuk mengikuti pelatihan yang
diadakan di Palembang oleh unit diklat (udiklat) regional kami. Dinasnya
sendiri cukup lama, yaitu 2 minggu. Dan jujur saja, rasa malas sebenarnya
sempat menyergah mengingat keruwetan yang akan terjadi selama diklat. Namun
karena merasa telah diberi kepercayaan, saya pun bertekad akan mengikuti diklat
itu, serepot apapun waktu 2 minggu itu harus dilewatkan. Saya pun mulai
menghubungi pihak-pihak terkait, karena di surat panggilan tertera jelas bahwa
peserta dilarang membawa anggota keluarga untuk menginap tanpa sepengetahuan
pihak udiklat. Dan akhirnya saya pun mengantongi ijin untuk membawa anak dan
pengasuh saya, meskipun saya masih harus mengajukan dispensasi agar bisa pulang
setiap kali selesai sesi outbound
selama tiga hari (tidak menginap di lokasi karena anak tidak mungkin dibawa).
Tapi ternyata, sewaktu di bandara menunggu pesawat menuju
Palembang, saya menerima SMS, bahwa ternyata manajemen udiklat tidak
memperkenankan siswa membawa anak! Dan hanya diijinkan untuk menginap malam ini
saja, kemudian besok akan dibantu untuk mencari penginapan di sekitar udiklat…
OK, sedih dan kecewa itu jelas, tapi sudah kepalang tanggung; kami tetap
berangkat dengan delapan botol ASIP, slow
cooker, bahan makanan Mahesh dan peralatan tempur lainnya…
And
long emotional story short to fact
bahwa saya akhirnya mundur juga… Setelah berhasil mendapatkan dispensasi untuk
menginap di luar udiklat di malam hari (setelah awalnya manajemen udiklat tetap
tidak mengijinkan siswa membawa anak dan juga tidak mengijinkan siswa diklat
yang saya ikuti menginap di luar udiklat); namun gagal untuk mendapatkan
dispensasi agar bisa menginap di luar lokasi outbound yang diadakan selama 3 hari, meskipun saya sudah memberi
garansi bahwa saya akan mengikuti seluruh acara outbound (saya sudah mencari tempat menginap di dekat lokasi outbound agar hal ini memungkinkan).
OK, saya menghormati keputusan dan aturan main dari pelatihan
ini… Memang tidak selamanya jalan tengah yang saya usahakan dan perusahaan
berikan bisa bertemu. Dan saya pun puas karena telah berusaha sampai titik
keringat terakhir untuk melaksanakan panggilan hati saya sebagai seorang ibu
dan pekerja. But still, saya berharap
akan ada peninjauan kembali dan perbaikan akan peraturan ini untuk
memfasilitasi ibu-ibu bekerja yang memiliki anak bayi masih menyusui untuk bisa
menjalankan tugasnya. Misalnya dengan menyediakan kulkas/freezer untuk menyimpan ASI di lokasi outbound atau dispensasi bagi ibu-ibu ini untuk menginap di luar
lokasi selama bersedia mengikuti peraturan yang ada. Rasanya sih tidak
berlebihan, karena selama istirahat malam tidak ada acara lagi. Dan lagi,
dispensasi untuk tidak mengikuti kegiatan bagi mereka yang tidak mampu secara
fisik bisa diberikan, kenapa tidak bagi wanita yang ingin menjalankan panggilan
hatinya sebagai seorang ibu? Yah, disini lagi-lagi hal fisik memang selalu
lebih mudah terlihat dan urgent dibandingkan
hal psikis… (*ini murni pendapat subjektif).
It’s
OK… Jalan tengah antara dua peran memang tidak selalu bisa
bertemu. Dan ya kita harus legowo jika itu sudah menjadi pilihan kita. Saya
masih akan terus berusaha menjalankan dua peran ini sebisa saya… Dan
(lagi-lagi), semoga saja akan ada lebih banyak jalan tengah yang bertemu dari
dua peran ini, agar saya maupun perusahaan bisa mendapatkan manfaat yang
sebesar-besarnya dari hubungan kami berdua… (*kaya pacaran aja :D). Amin :).
With Love,
Nian Astiningrum
-end-
sama mb, klo undangannya ada acara nginep meski semenarik apapun aku juga milih mundur....
ReplyDeletehikhik jangankan yang nginep yang 7-8 jam aja ngga kuambil :D
Iya.. semangatt..
DeleteTapi, kadang merasa ga enak nolak dinas terus-terusan.. Apalagi kalo di dalamnya ada unsur kepercayaan.. duh, serba salah :(
Makanya, kalau ada dinas sekiranya ditimbang memang harus berangkat.. ya serempong apapun dijabanin bareng anak..
Dan aslinya, kalo dinas bareng anak mah, jadinya ga ada dinas yg 'menarik'.. (waktu dinas mana bisa jalan-jalan :D)
Aamiin. Semoga bisa tetap ada jalan tengah ya...
ReplyDeleteAmiiin.. makasih Mak :)
DeleteSuper perjuangannya mba, demi karir dan keluarga. Semoga selalu mendapat solusi terbaik dari tiap keadaan
ReplyDeleteAmiiin :)
DeleteMakasih Mak :)
Gapapa mbak, bersyukur aja bisa dikasih kesempatan buat milih akhirnya nikmatin tumbuh kembang anak, bahagia terus ya mbaknya :)
ReplyDeleteSalam,
Puput