“Ganesh kalo udah gede mau jadi apa?”
“Mau jadi kakak!”
Itu jawaban Ganesh setiap saya menanyakan pertanyaan di atas.
Beberapa waktu
lalu, pasca kelahiran Mahesha adiknya, sempat terlintas di pikiran saya bahwa
Ganesh telah berubah pikiran karena dia terlihat jetlag dengan peran
barunya. Jika dulu dia mendapatkan begitu banyak perhatian dari semua orang,
maka setelah Mahesh lahir, dia menjadi harus sering mendenar jawaban, “Sebentar ya, mama lagi nenenin adek…” dan
sejenisnya. Waktu itu, Ganesh sempat tampak begitu menuntut perhatian. Apa-apa;
mulai dari makan, ganti baju, sampai pipis; minta sama mama dan papanya,
padahal dulu biasa saja dibantu oleh simbah pengasuhnya. Waktu itu, sempat
terpikir, apakah Ganesh belum siap memiliki adik dan apakah situasi ini terlalu
berat baginya, ditambah baru beberapa hari kami pindah sehingga dia masih asing
dengan lingkungannya. Dan kami pun tidak bisa mengelakkan rasa bersalah karena
situasi yang dihadapinya ini.
Hari pertama Ganesh
dijemput ke rumah sakit untuk menengok saya dan adiknya mungkin adalah
kekecewaannya yang pertama. Saat itu, begitu melihat adiknya dan perut saya
sudah mengempis, dia langsung minta gendong. Mungkin saat itu dia berpikir
bahwa karena mamanya sudah tidak hamil, maka bisa minta gendong. Dan semua itu
salah saya, karena sewaktu hamil selalu berkata bahwa setelah adiknya lahir,
dia bisa minta gendong lagi. “Ganesh, maafkan mama ya nak… Mamamu ini memang
kadang-kadang oon…”
Kekecewaan
berikutnya adalah bahwa saya dan adiknya belum bisa pulang dan dia pun harus
menginap di rumah sakit karena tidak ada yang menjaganya di rumah. Saat itu,
berkali-kali dia merengek minta pulang, walaupun tidak sampai menangis. Dan
pada kesempatan dia diajak pulang untuk mengambil benerapa barang di rumah oleh
papanya, sampai di rumah Ganesh bertanya,
“Mana adek sama mama?” Dan saat dijelaskan bahwa adej dan mama belum boleh
pulang, Ganesh pun sedih dan meminta kami (mama dan adeknya) diajak pulang,
sampai-sampai tidak mau turun dari mobil!
Dan kemudian,
kekecewaan demi kekecewaan pun semakin banyak dialaminya hari demi hari setelah
kami pulang ke rumah. Praktis, karena di rumah hanya ada tiga orang dewasa
saya, suami dan simbah pengasuh; dimana suami harus ke kantor, simbah sementara
membantu keperluan rumah tangga dan saya merawat adiknya; Ganesh pun kesepian
di rumah. Oh, bukan hanya kesepian, bahkan terlantar mungkin, karena selain
tidak ada yang mengajaknya bermain, jam makan dan mandinya pun menjadi tidak
teratur :(. Dulu, yang biasanya saya menyempatkan memasak sarapan pagi dan
makan siang untuknya, saat itu semua di-handle oleh simbah. Yang mana
tentu saja variasi masakan dan rasanya menjadi lebih sedikit (entah berapa hari
Ganesh terus menerus sarapan dengan
telur dadar). Belum lagi pada saat makan, karena harus disuapin mama,
seringkali lebih dari jam seharusnya, demikian juga dengan mandi.
Beberapa kali
Ganesh mengajak main, tapi, apa boleh buat, kami semua masih begitu sibuk
dengan kehadiran adiknya. Tidak ada lagi jalan-jalan ke sekitar rumah, main
bongkar pasang bersama ataupun sekedar bercanda dengan mama. Sedih dan bingung,
pasti itu yang dirasakan Ganesh saat itu. Dan bukan hanya dia, saya dan suami
pun merasakan hal yang sama, sehingga sebisa mungkin papanya selalu mengajaknya
keluar berdua untuk bermain. Ah, that was the hard time for all of us,
especially for Ganesh :(.
Tapi, satu hal
yang sangat kami syukuri adalah; meskipun Ganesh terlihat jetlag dengan
lingkungan dan peran barunya, tidak sekalipun dia menunjukkan kebencian atau
ketidaksukaan pada adiknya. Meskipun dengan segala ketidaknyamanan yang
dialaminya karena keberadaan adiknya, Ganesh tetap begitu sayang pada adiknya.
Setiap kali adiknya mengompol, Ganesh lah yang paling bersemangat memilihkan
popoknya. Dan setiap kali adiknya bangun dari tidur, buru-buru dia memberitahu
saya, papa atau simbah pengasuhnya. Ganesh mungkin kehilangan perhatian dari
kami semua, tapi dia tidak menyalahkan adiknya atas semua itu. You’re doing so good, boy :).
Dan waktu pun
berlalu, hari demi hari dan minggu demi minggu, sampai akhirnya pada suatu hari
saya menyadari bahwa Ganesh tampak begitu dewasa. Seiring dengan mulai
normalnya keadaan kami, sehingga bisa memberikan perhatian yang lebih banyak
pada Ganesh, saat itu saya tersadar bahwa dia bukanlah anak kecil yang saya
ingat dulu. Saat saya melihatnya detik itu, saya melihat sosok Ganesh yang
begitu bijaksana. Saat saya memintanya mengecilkan suara agar adiknya tidak
terbangun, dia berkata, “Iya...” dan menurutinya. Saat saya berkata, “Ganesh,
mama boleh minta tolong ambilin bedong?” Dia berkata, “Iya...” dan mengambilkan
bedong yang saya minta. What a wise boy :). Saat itu juga, saya menyadari bahwa
Ganesh lebih bisa menerima keadaan saat mamanya harus meninggalkannya menonton
film sendirian karena adiknya terbangun dan banyak lagi. Oh yeah, tidak
diragukan lagi, Ganesh memang sudah dewasa, now
he’s the actual big brother! So proud of you, boy :).
***
Lesson Learned
Kami beruntung, dengan antisipasi kami yang bisa dibilang kurang, Ganesh mampu
memainkan peran barunya sebagai seorang kakak dengan baik. Namun, jika kami
mampu memutar balik waktu, tentu kami ingin melakukan hal yang lebih baik agar
Ganesh tidak perlu mengalami fase terlantar dan jetlag yang berlebihan. Berikut adalah hal-hal yang menurut kami
perlu diperhatikan untuk membantu kakak menjalani peran barunya:
- Pastikan bahwa penjelasan yang kita berikan pada kakak sesuai keadaan yang akan dihadapi setelah adiknya lahir. Antisipasi kesalahan segala kemungkinan kesalahan. Kesalahan kami adalah memberikan janji bahwa mama bisa gendong kakak setelah adik lahir, padahal kenyataannya saya harus menunggu pemulihan pasca melahirkan.
- Sebisa mungkin tambah personil dalam rumah untuk membantu menemani kakak (bisa kakek/nenek atau saudara) agar kakak tidak merasa kesepian dan ‘terlantar’.
- Siapkan kakak untuk lebih bersosialisasi di luar rumah, misalnya dengan teman sebaya di sekitar rumah. Dalam hal ini, akhirnya kami menitipkan Ganesh di Kelompok Bermain, karena inisitifnya sendiri ingin sekolah.
- Libatkan kakak dalam pengasuhan adik, misalnya dengan meminta bantuannya untuk mengambil keperluan adik. Dan kondisikan supaya (seolah-olah) terjadi interaksi antara antara kakak dan adik, dengan membantu mereka ‘ngobrol’ bersama.
- Ajak kakak bicara dari hati ke hati tentang peran barunya; tentang bagaimana perasaannya, kemudian membesarkan hatinya dan meminta pengertian akan ketidaknyamanan yang dialaminya.
- Ajak kakak bermain bersama, melakukan aktivitas yang dulu biasa dilakukan bersama sebelum sang adik lahir, supaya kakak tidak merasa adik merampas hal-hal yang menyenangkan menurutnya, tapi hanya perlu bersabar dan menunggu.
- Jelaskan pada kakak, bahwa saat adik telah lebih besar, akan ada banyak aktivitas yang bisa mereka lakukan berdua, sehingga kakak merasa lebih positif melihat masa depan, karena memiliki harapan bahwa ketidaknyamanan yang dialaminya akan berakhir.
Hmm, tidak sulit sebenarnya kan… Semuanya bisa mengalir saja
dilakukan semasa kehamilan dan pasca melahirkan. Semua supaya Kakak lebih siap
dengan peran barunya dan tidak mengalami kesedihan atau kekecewaan yang
berkepanjangan. Karena menjadi seorang Kakak memang sesuatu yang bersifat
biologis dan otomatis terjadi saat seorang anak lahir dari rahim ibu yang sama,
namun di samping itu ada sisi psikologis yang juga harus kita perhatikan. Kita saja
sebagai orang-tua, beberapa tidak luput dari serangan baby blues, apalagi seorang anak, yang notabene bisa dikatakan belum matang pemikirannya. Dan tugas kita lah
sebagai orang-tua yang menjadi perantara lahirnya dua makhluk kecil itu untuk
mampu membimbingnya melihat indahnya persaudaraan :). Setuju bukan?
With Love,
Nian Astiningrum
-end-
Ganesh hebat... Selamat ya Ganesh, skrg sudah menjadi kakak :)
ReplyDeleteMakasih tante.. *hugs*
Delete