Sore itu,
saat kami duduk-duduk di halaman belakang rumah, tiba-tiba Ganesh mengambil tas
belanjaan, memakai sandal jepit Angry Bird-nya dan terjadilah percakapan ini:
Ganesh
|
:
|
“Mama, Anesh ambilin mangga dulu ya…” (Sambil berjalan dan mengamati
daun mangga yang berserakan, seolah mencari-cari sesuatu).
|
Saya
|
:
|
“Emang ada mangga jatuh Anesh?” (Saya berpikir, Ganesh sedang mencari
buah mangga muda yang terjatuh, padahal sekarang kan sedang tidak musim
mangga).
|
Ganesh
|
:
|
“Ada, bentar ya Anesh pilihin… banyak yang mateng Mama!” (Katanya sambil
mengambil daun mangga, mengamati, dan beberapa dimasukkannya ke dalam tas
belanjaan).
|
Saya
|
:
|
“Wah, iya ya Anesh, Mama mau dong… (Akhirnya sadar bahwa Ganesh sedang ‘berimajinasi’
dan ‘berpura-pura’ mencari mangga).
|
Dalam
hati, saya senyum-senyum sendiri, selain karena merasa lucu dengan tingkah
Ganesh, hal ini juga mengingatkan masa kecil saya dulu. Dulu, seperti halnya
Ganesh, saya pun suka sekali berfantasi, membayangkan sedang berjalan-jalan ke
hutan (padahal cuma di kebon :D) untuk mencari tanaman untuk membuat ramuan
obat, sebagai efek kesukaan saya akan
cerita bergambar ‘Cerita dari Negeri Dongeng’ di Majalah Bobo. (Masih
dengan setting kebon) membayangkan
bahwa ada harta karun di bawah pohon pisang yang ditebang Bapak. Membayangkan
saya adalah tokoh cerita telenovela Maria Mercedes, kemudian berbincang-bincang dengan Nyonya
Filo (yang juga saya perankan sendiri) lengkap dengan logat dan mimik
bicaranya, serta banyak lagi. Hihi, benar-benar menggelikan bukan :D. Dan ini juga
pelajaran untuk saya berhati-hati dengan benda bernama televisi.
Ganesh memilih daun mangga, berpura-pura bahwa itu adalah buah mangga
dan mengumpulkannya dalam keranjang belanja
|
Berfantasi dan ‘bermain pura-pura’ (pretend play) rasanya adalah hal yang biasa dilakukan anak-anak, seperti halnya Ganesh dan saya waktu itu. Tapi, sebenarnya apa sih makna dua kegiatan itu dalam perkembangan anak? Apakah keduanya adalah hal yang baik dan bermanfaat? Mengingat keduanya melibatkan kemampuan berpikir untuk memanipulasi gambaran kondisi yang ada sesuai dengan gambaran yang diinginkan. Apakah hal itu tidak akan berbahaya dalam frekuensi dan intensitas tertentu? Mengingat bahwa sebagai individu dewasa, kita selalu dituntut untuk menghadapi realitas yang ada dan bukan asyik dengan pikiran kita sendiri. Hihi, kalau untuk kita yang jelas bukan anak-anak lagi memang begitu sih, tapi ini kan anak-anak, pasti lain dong :D
Faktanya,
menurut penelitian, bermain pura-pura yang melibatkan fantasi justru merupakan
hal yang vital dalam perkembangan normal anak. Bermain pura-pura yang dilakukan
anak mulai usia 1,5 atau 2 tahun sampai dengan anak berusia 6 atau 7 tahun akan
berpengaruh positif pada kemampuan kognitif anak. Bermain pura-pura, menangkap
skema suatu kondisi dan kemudian mengarang skema cerita sendiri tentu sesuatu
yang melibatkan banyak kegiatan berpikir. Mulai dari mengamati dan mengartikan
suatu kondisi, kemudian memanggil pengetahuan yang sudah terbentuk sebelumnya
dan kemudian menggabungkan keduanya. Hmm, rasanya permainan menjadi semacam
olah-raga otak yang menyenangkan bagi anak-anak dan juga kita sebagai pengamat
ya… :D. Dimana olah-raga otak ini pun akhirnya meningkatkan fleksibilitas dan
kreatifitas berpikir anak. Dan karena setting
bermain pura-pura yang tidak terbatas, akhirnya memberika kesempatan pada anak
untuk melatih kemampuan berbahasa dengan lebih leluasa. Menggunakan beragam
aspek waktu (dulu, kini dan nanti) maupun berbagai kosakata (kata benda, sifat,
dan sebagainya), ngalor ngidul, tidak terbatas realitas yang ada. Mau ngomongin
laut yang ada banyak ikan hiu pun tidak perlu menunggu, benar-benar berada di
laut atau menonton TV. Cukup naik ke atas tempat tidur, membayangkan itu adalah
kapal dan di bawah sana adalah lautan yang dipenuhi ikan hiu :D.
Dan bukan
hanya itu, bermain pura-pura juga berdampak positif pada perkembangan karakter
dan kemampuan afektif anak. Menurut penelitian, bermain pura-pura ikut andil
dalam pembentukan regulasi diri (self
regulation), meliputi penurunan agresifitas, kemampuan menunda kepuasan
diri, kesopanan dan empati. Ini mengingatkan saya pada permainan-permainan
sederhana yang kami lakukan seperti ini:
Ganesh
|
:
|
“Mama, Anesh bikinin minum nih… (sambil mengambil cangkir dan cawannya
lalu berpura-pura menuang sesuatu dan menyodorkannya pada saya).
|
Saya
|
:
|
“Apa ini Anesh? Teh apa kopi?”
|
Ganesh
|
:
|
“Kopi… diminum dong…”
|
Saya
|
:
|
“Slurppp…” (pura-pura minum). “Wah, Anesh masih panas ini, kepanasan
mama…” (sambil menjulurkan lidah dan mendesis-desis pura-pura kepanasan).
|
Ganesh
|
:
|
“Sini Anesh tiupin…” (sambil meniup mulut saya :D)
|
Walaupun
sederhana, tapi bagaimana Ganesh belajar menawarkan minum adalah satu bentuk
kesopanan. Juga pada saat dia merespon reaksi kepanasan saya, sedikit banyak
menunjukkan empatinya pada orang lain. Meskipun hal kecil dan sederhana, tapi
tanpa sadar karakter seorang anak terbangun sedikit demi sedikit dengan
interaksi semacam ini :).
Selain
dampak positif dari bermain pura-pura
diatas, masih banyak manfaat yang tanpa kita sadari didapatkan darinya.
Nah, dengan demikian, tentu ada baiknya bagi kita sebagai orang-tua melakukan
hal-hal sederhana yang bisa merangsang anak untuk menjadi kreatif dengan
imajinasinya. Caranya adalah dengan secara teratur berbicara dan menjelaskan
berbagai hal, baik yang bersifat alami (binatang, fenomena alam, dan
sebagainya) maupun sosial (menyapa orang, membantu, bertamu dan sebagainya).
Hal-hal yang sebenarnya kita temui setiap hari, yang kadang bagi kita adalah
hal yang biasa dan nothing special…
Tapi bagi anak-anak tentu adalah hal yang baru dan menarik, sehingga dengan
kita mengajaknya berbicara dan berdiskusi tentang hal tersebut, akan sangat
membuatnya bersemangat.
Cara
lain, tentu saja adalah dengan kebiasaan mendongeng! :D. Dan waktu favorit
sebagian besar orang-tua dan anak tentu saja adalah sebelum tidur! :D. Melalui
dongeng-dongeng yang kita ceritakan pada anak, pasti akan membawa imajinasinya
terbang ke berbagai tempat yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Membuatnya
bertemu dengan berbagai hal dan kondisi, yang kemudian membuatnya memikirkan
banyak hal baru. Mulai dari Badak yang bertamu ke rumah Beruang dan ditawari
madu oleh Beruang. Yang membuatnya membayangkan bagaiaman cara bertamu,
menawarkan makanan pada teman, bahwa madu itu manis dan banyak lagi.
Cerita-cerita sederhana yang berisi banyak hal. Tidak perlu memikirkan
cerita-cerita yang rumit, jika memang tidak punya katalog cerita, karang saja
:D. Itulah yang sering saya lakukan, benar-benar bercerita ‘ngalor-ngidul’ sesuai ide yang muncul di
kepala saat itu juga. Dan sejauh ini Ganesh suka-suka saja dengan cerita ‘ngalor-ngidul’ saya :D.
Ah, jadi
ingat bagaimana dulu Bapak saya selalu menceritakan dongeng kepada saya.
Dongeng bersambung tentang hewan-hewan yang bersahabat, dari kupu-kupu sampai
anjing. Dongeng yang selalu bersambung setiap malam, dan seingat saya belum
tamat hingga terakhir saya diceritakan. Dulu mungkin Bapak tidak pernah
berpikir kalau mendongengkan saya sebelum tidur bisa membawa banyak manfaat
bagi saya, selain membuat saya cepat tertidur, hehe :D. Dan sekarang saya pun
melakukan hal yang sama untuk Ganesh, sebenarnya juga bukan semata-mata karena
mengetahui manfaatnya untuk membantunya berimajinasi, tapi karena dia
menyukainya.
Hmm,
kalau boleh jujur, bagi saya terkadang menceritakan dongeng itu terkadang
sedikit effortfull, karena ternyata
saya lebih sering tertidur sebelum Ganesh :D. hehe, maafkan Mama Ganesh… Begitu
juga membuka ruang diskusi dengan menjelaskan
suatu hal baru secara logis pada Ganesh, itu sama artinya harus siap dengan
pertanyaan lanjutan, “Kok begitu?”, “Soalnya kenapa?”
dan banyak lagi. Dimana tantangannya tentu saja adalah
bagaimana menjelaskan sesuatu yang logis secara sederhana sehingga bisa
dimengerti oleh seorang anak 2.5 tahun.
“Mama, ini buat apa?” (sambil menunjukkan plester luka)
Dan setelah tahu gunanya, Ganesh pun berkata, “Mama, Anesh sakit… obatin dong”
#politik :D
|
Tapi, tetap saja melihat seorang anak kecil begitu
bersemangat untuk belajar hal baru atau terhibur dengan cerita ‘ngalor ngidul’
kita, itu sesuatu yang sangat menyenangkan. Dan saya
sangat-sangat tidak keberatan dengan kesulitan yang ada, baik berusaha menahan
rasa kantuk sampai ketiduran atau harus memutar otak untuk mencari penjelasan
sederhana akan suatu hal. Seperti Bapak yang dulu tidak keberatan saya tagih
cerita setiap malam dan juga Ibu yang tidak bosan mendengar
pertanyaan-pertanyaan saya. Ah, sepertinya itu memang sudah menjadi bagian dari
insting para orang-tua untuk mencintai anak-anaknya :). Jadi, berkaitan dengan
si ‘pretend play’ alias bermain
pura-pura ini, mari kita kondisikan pada anak-anak kita. Toh, dibalik tantangannya, kita sama-sama senang. Si kecil senang
dengan cerita maupun pengetahuan barunya, dan kita pun bahagia melihat anak
semakin pandai dari waktu ke waktu. Oh ya, dan tentu saja celotahan-celotehan
kritis dari pemikir kecil yang sedang tumbuh itu adalah hiburan tersendiri.
Setuju bukan? ;)
With Love,
Nian Astiningrum
-end-
Reading:
- Kaufman, S.B. (06-03-2012). The Need for Pretend Play in Child Development. http://www.psychologytoday.com/blog/beautiful-minds/201203/the-need-pretend-play-in-child-development. diakses tanggal 15 April 2014.
sering banget lihat anak kos main pura2 sendiri pas saya masak di dapur ^^
ReplyDeletelucu banget pastinya kan Mak.. ngeliat celoteh dan polah Ganesh di rumah itu hiburan tersendiri buat kami :D
Deletebermain pura2 dan mendengarkan dongeng adalah hal yg disukai anak2
ReplyDeletesetuju Makkk :)
DeleteAnakku yg kecil juga suka main pura-pura. Padahal baru 23 bulan. Ternyata, anak-anak memang seneng berimajinasi ya, Mak. Mereka malah yang membimbing kita....
ReplyDeleteIya mak.. kita tinggal ngikutin n mengembangkan 'cerita-cerita' dari setting yang ada.. makasih sudah mampir mak Nia :*
Delete