Hidup di daerah pedesaan itu benar-benar
damai, bebas polusi dan alami; karena itu, saya lebih menyukai tinggal di
pedesaan. Tapi ada satu hal yang kurang saya sukai dengan lokasi pedesaan,
yaitu bahwa seringkali kami tidak terjangkau berbagai fasilitas kesehatan atau
pendidikan modern. Hal ini mengingatkan kehamilan pertama saya sekitar 2.5
tahun lalu; mulai dari tidak adanya kelas untuk mempersiapkan kelahiran,
sulitnya menentukan tempat melahirkan dan kegagalan melakukan IMD. Di daerah
saya, hanya ada dua dokter kandungan yang bisa dijangkau. Dan cerita kegagalan
IMD itu adalah kesalahpahaman saya dengan perawat yang membantu persalinan.
Kami memiliki persepsi yang berbeda tentang IMD, menurut mereka IMD itu adalah
prosedur dimana ibu dapat segera menyusui bayinya karena fasilitas rawat
gabung. Padahal IMD dalam persepsi saya adalah prosedur dimana perawat atau pun
dokter akan membantu meletakan bayi saya di dada, sehingga dapat mencari puting
susu ibunya :D.
Tapi saya masih cukup beruntung.
Berbekal rasa ingin tahu, pengetahuan dan fasilitas internet yang memadai; saya
bisa mendapatkan begitu banyak informasi seputar kehamilan dan kelahiran.
Informasi yang membuat saya mampu mengoptimalkan fasilitas yang ada dan tidak
mencegah hal-hal negatif yang dapat terjadi. Dan alhamdulillah, saya pun
berhasil melalui proses kehamilan dan kelahiran dengan baik, serta sukses
memberikan ASI ekslusif sampai Ganesh berusia tepat 6 bulan dan melanjutkan pemberian ASI sampai usia sekitar 2 tahun 2 bulan.
Lokasi Rumah Mertua
Desa Kedung Rejoso, Kecamatan Kotaanyar,
Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur
|
Kondisi yang hampir mirip saya temui
pada saat mudik ke rumah mertua pada minggu kedua bulan Maret 2014 lalu. Tentu
saja ini bukan kali pertama saya mengunjungi rumah mertua, hanya saja waktu itu
kebetulan istri adik ipar saya sedang mengandung. Saat itu, saya berkesempatan
untuk mengikuti Kelas Ibu Hamil yang dibawakan oleh Bidan Desa Kedung Rejoso
bernama Zumrotus Sholikah. ‘Kelas Ibu Hamil’ dimulai dengan semacam pre-test untuk mengetahui pengetahuan
yang dimiliki para ibu mengenai kehamilan dan kelahiran. Kemudian, setelah pre-test didiskusikan bersama, kelas
dilanjutkan dengan pemberian materi (plus diskusi), praktek senam ibu hamil, post-test dan diakhiri dengan praktek ‘Senam
Ibu Hamil’. Materinya sendiri tentunya seputar kehamilan dan kelahiran, seperti
perawatan, diet, proses melahirkan, pemberian ASI, KB dan banyak lagi.
Buku ‘Kesehatan Ibu & Anak’
Buku pegangan peserta ‘Kelas Ibu Hamil’
|
Materi ‘Kelas Ibu Hamil’
Dalam daftar isi ‘Buku Kesehatan Ibu
& Anak’
|
Materi ‘Kelas Ibu Hamil’
Dalam daftar isi ‘Buku Kesehatan Ibu
& Anak’
|
Dalam ‘Kelas Ibu Hamil’ ini saya juga
diberikan kesempatan untuk mengikuti pre-test
dan post-test. Dari sini dan juga
interaksi yang terjadi dalam kelas, begitu terasa kesenjangan pengetahuan yang
ada. Bagi saya, semua materi yang diberikan sama sekali bukan hal yang baru
karena pada saat hamil dan pasca hamil saya cukup rajin mencari informasi
melalui internet, majalah, dokter kandungan maupun sumber informasi lain. Karena
itu, hasil pre-test maupun post-test saya relatif cukup baik :D. Tapi,
bagi peserta lain yang (mungkin) dari lahir hingga saat ini tinggal di pedesaan
dengan minimnya arus informasi mengenai kehamilan dan kelahiran secara klinis,
pengetahuan seperti ini adalah sesuatu yang benar-benar baru. Dan disinilah
peran penting seorang Bidan Desa seperti Bu Zum (panggilan ‘murid-murid’
kepadanya), yaitu membuat pengetahuan ini menjadi terjangkau bagi penduduk di
pelosok negeri. Menurut Bu Zum, ‘Kelas Ibu Hamil’ adalah program Dinas
Kesehatan dengan Bidan Desa sebagai pelaksananya. Satu desa sendiri memiliki
satu Bidan Desa, sehingga Bu Zum sebagai Bidan Desa Kedung Rejoso memiliki
tanggung-jawab untuk melaksanakan ‘Kelas Ibu Hamil’ di wilayah tersebut.
Suasana ‘Kelas Ibu Hamil’
Pada saat mengerjakan post-test
|
Selain ‘Kelas Ibu Hamil’ dan tugas pokok
untuk membantu perawatan kehamilan, proses kelahiran dan perawatan pasca
kelahiran bagi warga Desa Kedung Rejoso, Bu Zum juga terlibat aktif dalam program-program
Dinas Kesehatan lainnya. Misalnya saja pelaksanaan Posyandu, Desa Siaga dan survey PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat). Hmm, cukup banyak juga ya… dan tentunya semua itu sangat penting untuk
mengangkat derajat kesehatan masyarakat yang masih minim pengetahuan berkaitan
dengan hal tersebut.
Lembar Jawaban Evaluasi
Pre-test salah 1, post-test benar semua :D
|
Senam Ibu Hamil
Disini saya memilih foto-foto saja :D
|
Ada tantangan tersendiri dalam profesi
sebagai Bidan Desa di lokasi dengan penduduk yang mayoritas masih ‘awam’ dengan
pengetahuan kehamilan dan kelahiran klinis. Karena keawaman ini menyebabkan banyaknya
orang yang skeptis, memandang hal ini sebagai hal yang tidak penting dan
akhirnya memilih untuk tidak ambil bagian. Seperti ‘Kelas Ibu Hamil’ yang
dibawakan Bu Zum, yang hanya dihadiri oleh 5 orang. Dan dari percakapan yang
saya tangkap, sesungguhnya ada beberapa ibu hamil yang tidak mengikuti kelas
ini, karena dilarang oleh keluarganya. Ya, terkadang stigma yang ada di masyarakat membuat tugas Bu Zum menjadi lebih
berat. Dan tanpa ketegaran, ketekunan dan semangat pengabdian, semua itu akan
dengan mudah membuat seseorang menjadi patah semangat dan tidak sepenuh hati
melaksanakan tugasnya.
Karena itu, salut kepada Bu Zum dan
orang-orang sepertinya yang bisa menjalankan profesinya dengan segala
tantangannya dengan ikhlas dan tekun. Orang-orang yang terus dan terus
menyebarkan kebaikan disaat semua itu tidak selalu mendapat tanggapan positif. Orang-orang
yang mendedikasikan profesinya bukan
hanya untuk dirinya sendiri, tapi untuk kebaikan komunitas di sekitarnya. Bu
Zum sebagai seorang Bidan Desa terus tekun mengadakan ‘Kelas Ibu Hamil’,
terlibat aktif dalam Posyandu, Desa Siaga, survey PHBS dan lain-lain; meskipun
tidak selalu mendapat sambutan positif. Terus mengupayakan perubahan ke arah
kebaikan bagi orang di sekitarnya, sekecil apa pun dan sesulit apa pun.
Benar-benar inspiring bukan? Bayangkan jika banyak orang melakukan hal yang
sama… mendedikasikan profesinya bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi untuk
kebaikan komunitas di sekitarnya. Bekerja bukan hanya untuk mendapatkan gaji,
tapi untuk perubahan menuju kebaikan sekecil apa pun di sekitarnya. Melalui cara
yang kita bisa, kepada komunitas di sekitar yang bisa kita jangkau. Polisi,
hakim dan jaksa berdedikasi untuk menegakkan hukum, seorang guru berdedikasi
untuk menjadikan murid-muridnya orang yang bermoral dan cerdas, serta banyak
lagi. Siapa pun kita, pasti memiliki kemampuan sekecil apa pun untuk menebarkan
kebaikan dan membuat dunia menjadi lebih baik karena keberadaan kita #IwasHere.
With Love,
Nian Astiningrum
-end-
No comments :
Post a Comment
Hai! Terima-kasih sudah membaca..
Silakan tinggalkan komentar atau pertanyaan disini atau silakan DM IG @nianastiningrum for fastest response ya ;)