Kita sudah terbiasa ‘dicekoki’ dengan gambaran bahwa hamil dan melahirkan adalah sebuah
proses yang effortfull dan
menyakitkan. Kehamilan sebagai proses dimana kita harus merasakan mual dan
muntah, serta seringkali dipersulit dengan adanya ngidam yang aneh-aneh. Sedangkan kelahiran, selalu digambarkan
sebagai prosesi yang menyakitkan. Di sinetron-sinetron kelahiran hampir selalu
disertai dengan teriakan-teriakan histeris sang ibu yang sedang kesakitan.
Baiklah, beberapa memang ada benarnya. Perubahan hormonal dalam tubuh kita
memang ada kalanya menyebabkan morning
sickness, namun kita bisa menjalaninya dengan bahagia. Menginginkan sesuatu dengan sangat (ngidam) juga hal yang wajar, namun
tidak selalu berarti sesuatu yang mutlak dan menghantui. Dan melahirkan, memang
pasti disertai dengan rasa sakit, tapi percayalah, tidak semenyakitkan gambaran
kita selama ini. Kita bisa membuat proses sakit menjadi sesingkat mungkin dan
serileks mungkin, karena kita dikaruniai pemikiran yang demikian hebat hingga
mampu mensugesti diri kita untuk merasakan hal yang kita inginkan. Sangat
hebatnya, hingga ada saatnya dia bisa melipatgandakan ketidaknyamanan dan rasa
sakit yang kita rasakan. Itulah yang terjadi, dan itulah kenapa kita harus
pandai-pandai memberikan sugesti positif pada diri kita sendiri. Berikut adalah
pengalaman saya berdamai dengan rasa takut dan menjalani proses melahirkan yang
lembut…
***
Debut foto anak kami ‘Ganesha
Abinawa Parmana’
Diambil oleh suami
saat masih di ruang bersalin
Kelihatan masih
kecapekan setelah berjuang untuk 'keluar'
bersama Mamanya :D
|
Kala itu, Bulan November 2010, saya dan suami merasa begitu gembira karena saya dinyatakan hamil setelah kurang lebih empat bulan pernikahan. Seorang sahabat saya yang telah memiliki momongan mengirimkan pesan, “Selamat ya Mbak, selamat menjalani sembilan bulan kebersamaan bersama buah hati…” Sebuah pesan yang sangat indah, dengan membayangkan bahwa saat itu hingga kurang lebih sembilan bulan kedepan, akan ada seorang manusia kecil dalam rahim saya. Kami akan melewatkan kurang lebih sembilan bulan itu dengan berbagi hampir segalanya. Apapun yang saya rasakan melalui indera pengecap ataupun hati akan juga dia rasakan. Benar-benar sebuah perasaan yang mengharukan untuk saya.
Ini adalah kehamilan pertama saya. Yang tentu saja
bukan sekedar hanya karena kebetulan harus saya jalani bersama suami di
perantauan dengan minimnya pilihan sarana kesehatan dan juga kerabat. Pada
minggu kedua setelah dinyatakan hamil, seorang dokter kandungan sempat membuat
kami gelisah dengan pernyataannya bahwa kemungkinan bahwa saya mengalami apa
yang disebutnya ‘hamil anggur’ dan jika benar, maka saya harus dikuret. Hal
itu, meskipun disebutkannnya sebagai ‘kemungkinan’, tetap saja membuat saya
bingung, takut dan sedih. Namun, dari pengalaman itu akhirnya justru memberikan
insight bagi saya, tentang bagaimana
melepaskan perasaan negatif dan berdamai dengan perasaan itu.
Selama dua minggu setelah pernyataan dokter tersebut,
saya dan suami memilih untuk ‘menyepi’ bertiga saja (bersama bayi dalam
kandungan). Kami memilih untuk menunda memastikan keadaan kandungan, karena toh dari sumber yang didapatkan dari
berbagai media, merekomendasikan bahwa pemeriksaan kandungan dilakukan setiap
empat bulan pada trimester pertama hingga trimester kedua. Artinya, kami tidak
perlu terlalu terburu-buru khawatir dan memikirkan pendapat dokter tersebut.
Selama waktu dua minggu tersebut, beberapa kali saya menangis berdua saja
dengan bayi dalam kandungan saya. Saya sampaikan padanya semua ketakutan saya,
meminta maaf jika perasaan negatif yang saya alami itu membuatnya tidak nyaman
dan akhirnya berjanji untuk berusaha memberikan yang terbaik untuknya. Oh ya,
tak lupa juga saya bisikkan padanya untuk tetap berpikiran positif dan tenang.
Dua minggu pun berlalu, dan kami pun mengunjungi dokter
kandungan (yang lain) untuk memeriksakan kehamilan saya. Dokter kandungan
pertama sudah memberikan kesan yang kurang baik, hingga saya tidak lagi ingin
mempercayakan kehamilan padanya. Dokter kedua ini lebih ramah dan meskipun
sedikit pendiam, namun bersedia memberikan penjelasan akan
pertanyaan-pertanyaan kami. Beliau pun menjelaskan bahwa kandungan saya
baik-baik saja, sang janin sudah berkembang dan saya pun diperdengarkan detak
jantungnya. Rasanya, jangan tanya lagi, benar-benar luar biasa! Lega dan
bahagia. Lega karena kehamilan saya baik-baik saja dan bahagia karena merasakan
kehadiran dari kehidupan dalam rahim saya, begitu nyata!
Setelah itu, kami pun rutin memeriksakan kandungan pada
dokter kedua ini. Saya dan suami lebih sreg
(percaya dan merasa nyaman) dengan dokter terakhir ini. Kami memang tidak
selalu menerima begitu saja ucapannya ataupun menelan vitamin dan obat-obatan
yang diberikannya. Baginya, mungkin kami adalah pasien yang cukup cerewet di daerah pedalaman yang hanya
memiliki dua dokter kandungan ini. Seringkali kami mempertanyakan ucapannya
berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari internet atau dari manapun yang
menurut kami logis dan bisa dipercaya. Resep-resepnya pun beberapa tidak
tersentuh, karena alasan yang saya percayai. Misalnya, vitamin A, karena saya
merasa sudah cukup mendapatkan vitamin itu dari makanan dan juga susu yang saya
konsumsi. Sementara, jika dikonsumsi berlebihan, vitamin A justru bisa
berbahaya bagi janin, hingga menyebabkan cacat lahir dan
keracunan pada hati.
Trimester pertama dan kedua saya jalani dengan perasaan
yang positif dan damai. Perasaan damai dan positif disini bukan berarti saya
tidak pernah mengalami emosi negatif seperti marah atau takut. Bahkan mungkin
justru emosi seperti seringkali menghampiri saya sebagai seorang yang
melankolis. Ada kalanya saya marah dan sedih saat merasa tidak dipahami oleh
suami atau orang dekat lainnya. Ada kalanya juga saya merasa takut dengan
bayangan proses melahirkan. Menangis atau marah, seringkali saya alami dan saya
pun tidak berusaha menahannya. Saya tidak berusaha mengingkari adanya
perasaan-perasaan itu, tapi justru menggali sedetail mungkin dan berusaha
berdamai dengan mereka.
Cara konkret yang saya lakukan adalah dengan berdialog
dengan diri sendiri jika merasakan adanya ganjalan yang secara sadar saya
rasakan atau sekedar terasa nyesek
sehingga membuat saya serba salah dan over
sensitif. Dalam proses itu, saya seringkali mengajak bayi saya berbicara.
Misalnya adalah pada saat kehamilan saya menginjak trimester ketiga, dimana
kelahiran semakin dekat dan secara manusiawi saya merasa takut, saya berdialog
dengan diri dan bayi saya seperti ini:
Kalau dibaca memang terdengar lucu ya… Apalagi dengan membayangkan saya yang berbicara sendiri, menangis sendiri dan kemudian tertawa sendiri. Tapi itu sangat membantu mengurangi ketegangan, melepaskan rasa takut dan saya pun merasa lebih tenang dan positif.
Saya
|
:
|
(Berkata pada bayi saya) “Adek, Adek
tau ga? Mama takut banget lho… Adek sebentar lagi lahir. Kira-kira seperti
apa ya rasanya melahirkan itu? Katanya orang-orang sih sakit banget Dek…”
|
Sisi
Logis Saya
|
:
|
(Bertanya pada diri sendiri) “Nian,
apa sih yang kamu takutin?”
|
Saya
|
:
|
“Takut… Membayangkan dari rahim kita
akan keluar bayi yang beratnya rata-rata 3 kilogram. Itu ukuran yang besar
lho… Bayangkan bagaimana dia akan keluar melalui jalan lahir yang sesempit
itu (Ms. V). Pasti rasanya sakit…”
|
Sisi
Logis Saya
|
:
|
“Iya, pasti ada rasa sakitnya…
Namanya juga bayi sebesar itu (ketawa sendiri). Tapi coba deh kita pikirkan.
Tuhan sudah menciptakan makhluknya dengan begitu sempurna. Dia sudah
memberikan semua fasilitas untuk menjalankan kodrat kita sebagai manusia dan
kodratmu sebagai seorang ibu. Melahirkan mungkin lebih sakit dari pada cabut
gigi, tapi yakin deh tidak sesakit yang mereka gambarkan. Coba lihat ayam
yang bertelur atau kucing yang berkali-kali melahirkan. Mereka bahkan bisa
melahirkan secara alami tanpa bantuan siapa pun. Demikian juga dengan
manusia… Rasa takut itu manusiawi, tapi tidak perlu fokus padanya secara
berlebihan. Kamu juga tahu kan bahwa kadang yang membuat semuanya lebih sulit
justru adalah ketakutan kita sendiri… Jadi, tarik napas panjang, lepaskan…
Berdoa, percaya dan cari informasi tentang proses melahirkan yang lembut,
selebihnya yakin pada Tuhan akan memudahkan semuanya…”
|
Saya
|
:
|
(Tersenyum dan berkata pada bayi
saya) “Adek, nanti kita sama-sama ya… Adek nanti bantu dorong dari dalam ya…
Nanti mama juga berusaha… Kita pasti bisa! (sambil elus-elus perut dan
ekspresi bersemangat ala komik Jepang).
|
Kalau dibaca memang terdengar lucu ya… Apalagi dengan membayangkan saya yang berbicara sendiri, menangis sendiri dan kemudian tertawa sendiri. Tapi itu sangat membantu mengurangi ketegangan, melepaskan rasa takut dan saya pun merasa lebih tenang dan positif.
Teknik melepaskan emosi negatif diatas sudah saya
gunakan sejak menginjak bangku kuliah dan lebih terbentuk setelah berkenalan
dengan buku ‘The Sedona Method’1 karya Hale Dwoskin. Sesungguhnya
kita bisa menggunakan berbagai media melepaskan berbagai emosi negatif. Jika
saya, setelah mencoba berbagai cara, akhirnya merasa paling pas dengan cara
berdialog dengan diri sendiri. Selain itu, bisa juga mencoba dengan metode
menulis buku harian atau metode imajinasi, yaitu membayangkan segala ketakutan
kita dan kemudian melepaskannya. Metode terakhir tidak pernah berhasil saya
lakukan, karena setiap kali memejamkan mata dan mulai membayangkan, sulit
sekali fokus dengan bayangan yang saya inginkan. Sekali lagi, mungkin butuh trial and error untuk menemukan cara yang
paling sesuai untuk diri kita sendiri. Dan tidak masalah apapun metode yang
kita gunakan, yang jelas mendukung kita untuk mendetailkan emosi negatif atau
ketakutan yang kita rasakan sejelas mungkin, menerima hal tersebut sebagai
sesuatu yang manusiawi, melepaskan rasa tersebut dan mampu mendapatkan pikiran
yang logis dan positif.
(Kembali pada cerita kehamilan saya). Trimester
terakhir kehamilan, saya habiskan dengan beraktivitas seperti biasa,
jalan-jalan pagi sebelum mandi pagi dan ke kantor dari jam 07:30 sampai kurang
lebih 16:30 setiap hari. Untuk terus menjaga pikiran positif dan menguatkan
keyakinan saya bahwa melahirkan adalah proses yang natural dan lembut, saya pun
terus mencari berbagai informasi tentang proses melahirkan. Salah satunya adalah
mengenai hypnobirthing. Berbagai
metode gentle birthing memang sudah
marak dibicarakan di media, namun sayang sekali di lokasi saya metode-metode
tersebut belum digunakan. Di lokasi saya, hanya ada dua dokter kandungan yang
lokasinya terjangkau dan setelah melakukan survey, ya cuma metode hypnobirthing inilah yang mungkin saya
usahakan. Karena dalam proses intinya adalah menanamkan sugesti positif dalam
diri sendiri bahwa melahirkan adalah proses yang lembut. Untuk fasilitas dan
teknik melahirkan juga saya hanya bisa manut
pada dokter yang nantinya akan membantu proses kelahiran.
Berbekal pengetahuan mengenai hypnobirthing dan proses melahirkan yang natural, hari itu tanggal
23 Juni 2011 saya pun berangkat ke klinik karena tanda kelahiran berupa bercak
darah sudah terlihat saat saya masih berada di kantor. Hari itu, Kamis, saya
sedang mengurus cuti melahirkan yang akan saya ambil mulai hari Senin. Selama
hamil memang tidak ada keluhan berarti yang saya rasakan, hanya seputar
punggung yang lebih cepat pegal dan perut yang terasa penuh. Karena itu, saya
tetap bekerja sampai akhirnya diantar ke klinik karena akan melahirkan.
Petang hari, Kamis 23
Juni 2011
Beberapa sahabat mengunjungi
saya di klinik
|
Sekitar pukul 10:00 saya masuk ke klinik dan menurut
bidan yang memeriksa saya sudah bukaan dua, dan tidak diijinkan untuk pulang
kembali. Dari waktu itu hingga sore hari tidak terasa perubahan yang berarti
pada tubuh saya. Kontraksi pun belum terasa. Menjelang malam, kontraksi mulai
terasa, mulai dari yang hanya terasa perut mengencang dan melunak dengan jeda
yang cukup lama, tapi tidak terasa nyeri. Sekitar pukul 00:00 kontraksi sudah
cukup konstan dan dekat jaraknya, rasa nyeri juga sudah mulai terasa meskipun
intensitasnya masih belum seberapa mengganggu. Sekitar pukul 02:00 tanggal 24
Juni 2014, saya meminta untuk pindah ke ruangan bersalin, karena merasa nyeri
semakin meningkat dan takut nanti tidak bisa berjalan sendiri ke ruang
bersalin. Di ruang bersalin, menurut bidan jaga, saya masih pembukaan enam dan
diminta menunggu hingga bukaan lengkap dan air ketuban pecah. Nah, mulai pukul 04:00 nyeri itu mulai
terasa lebih kuat, namun saya yakin tidak sesakit yang digambarkan sinetron.
Waktu itu, saya yang ditunggui suami, memintanya untuk terus memijat pinggang bagian belakang untuk mengurangi rasa nyeri.
Sampai akhirnya sekitar pukul 4:40, ketuban saya pecah kemudian saya pun kegirangan dan memanggil bidan untuk memberi tahu dokter dan
memulai proses kelahiran. Karena belum tahu cara mengejan yang benar, percobaan
pertama dan kedua gagal. Mendengar bidan yang berkata, “Ibu, tangannya salah…” saya
tertawa dan membalas, “Salah lagi ya…” Baru pada percobaan ketiga, akhirnya
bayi saya lahir, tepat pukul 05:00, waktu adzan Subuh berkumandang, Hari Jumat
tanggal 24 Juni 2011. Jujur, saya tidak akan sadar bahwa bayi saya sudah lahir
sampai akhirnya dokter memberi tahu saya dan terdengar suara tangisannya.
Melahirkan ternyata benar-benar tidak sesakit yang terlihat di
sinetron-sinetron, dan bahkan tidak sesakit bayangan saya sebelumnya.
Alhamdulillah. Saya merasa sangat beruntung
dikaruaniai seorang buah hati yang sehat melalui proses melahirkan yang lembut
dan damai. Tidak ada teriakan-teriakan histeris seperti yang ada di TV, tapi
justru tawa di dalam ruang bersalin yang diakhiri dengan pertemuan pertama
dengan buah hati yang kurang lebih sembilan bulan ada dalam rahim saya.
Beberapa saat setelah
melahirkan
Kami sudah dipindahkan
ke ruang perawatan dari ruang bersalin
|
***
Menurut pengalaman saya ada beberapa hal yang perlu
kita lakukan untuk mengusahakan proses kelahiran yang lembut melalui hypnobirthing yang bisa kita lakukan
sendiri. Pertama, kita harus mencari tahu sedetail mungkin mengenai proses
kehamilan dan kelahiran, karena itu adalah modal awal kita untuk menjalani
proses terbaik yang bisa kita usahakan dengan fasilitas yang ada. Untuk ini,
kita bisa manfaatkan waktu konsultasi dengan dokter kandungan, mencari melalui
internet, media cetak ataupun seperti usaha yang saya lakukan yaitu
memanfaatkan sesi konsultasi via email dengan dokter yang disediakan produsen
suplemen ibu hamil dan bayi. Jangan ragu untuk mencari second atau third opinion
melalui media-media tersebut untuk mendapatkan informasi yang paling valid
menurut kita.
Kedua, mencoba berdamailah dengan keadaan yang ada dan
setting-lah suasana melahirkan senyaman yang kita bisa kita usahakan, karena
rasa nyaman adalah salah satu kunci perasaan relax dan tenang. Untuk
mendapatkan perasaan nyaman tersebut, bisa dilakukan dengan memilih dokter
kandungan yang kita percaya, memilih tempat bersalin yang nyaman, memilih siapa
saja keluarga yang akan menemani didalam ruang bersalin dan sebagainya. Jangan
lupa juga untuk menyampaikan keinginan kita pada dokter kandungan atau bidan yang
akan membantu proses kelahiran. Misalnya, saya yang berpesan pada dokter jika
ingin berusaha melahirkan secara alami, sehingga saya merasa tenang bahwa
tindakan yang akan dilakukan dokter sudah sesuai harapan saya. Semua itu akan
membuat kita lebih tenang dalam menjalani proses kelahiran.
Dan ketiga, yang
terpenting, adalah menjaga emosi dan pikiran positif dalam diri kita.
Percayalah, pikiran kita adalah senjata yang sangat luar biasa, hingga membuat
rasa sakit yang kita alami terasa berlipat-lipat, atau sebaliknya, meringankan
rasa sakit itu hingga seminimal mungkin. Ingat, bahwa melahirkan adalah proses
alami, dimana kita sebagai wanita telah diberikan berbagai instrumen lengkap
untuk melalui proses itu. Karena itu sesungguhnya tidak ada yang perlu terlalu
dikhawatirkan dalam proses melahirkan pada kehamilan normal. Untuk menjaga
pikiran dan emosi positif, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menyadari mereka (pikiran dan emosi negatif) sedetail mungkin. Hindari usaha
untuk berusaha melupakan, mengabaikan atau mengingkari perasaan itu; karena hal
itu akan mengendap dalam alam bawah sadar dan mengurangi ketenangan pikiran
kita. Setelah kita menyadari dan mampu menerima adanya perasaan dan emosi
negatif tersebut, bawa diri kita ke pemikiran logis dan positif. Pikiran dan
emosi positif tersebut akan menjadi modal utama kita untuk mengalami kehamilan
dan kelahiran yang lembut.
Selanjutnya, percayalah semuanya akan berjalan dengan
lembut sebagaimana mestinya. Yakinlah pada kehebatan Tuhan yang termanifestasi
dalam tubuh kita sebagai wanita yang didesain sedemikian rupa untuk melalui
proses kelahiran. Dan percayalah bahwa bayi kita pun dikaruniai insting untuk
mencari jalan bertemu dengan ibunya. Sesederhana dan setenang itulah prosesnya,
karena Tuhan telah merancang semuanya.
With Love,
Nian Astiningrum
-end-
With Love,
Nian Astiningrum
-end-
Readings:
- Dwoskin, H. (2005). The Sedona Method: Cara Dahsyat Melepaskan Belenggu Pikiran & Emosi untuk Memasuki Kebahagiaan Sejati (Terjemahan). Jakarta Selatan: Ufuk Press.
- Mongan, M.F. (2007). Hypnobirthing: The Mongan Method (Terjemahan). Jakarta: BIP
uwaaaaaaaaa,,,bagus banget mbk,doain saya semoga segera diberi momongan.mensugesti dri itu penting banget ya mbk,semoga nanti saya akan baik2,lancar tentunya aminn
ReplyDeleteMakasih mbak Zwan ^_^
Delete(Seperti yg saya tulis dalam artikel) Pikiran itu sesuatu yg sangat powerfull.. dia bisa membuat sesuatu menjadi lebih nyaman, ringan dan menyenangkan atau sebaliknya menjadi sangat-sangat sulit, sakit dan berat untuk dijalani.. Jadi harus pandai-pandai menjaganya tetap positif, sehingga membuat apapun yg kita hadapi lebih indah untuk dijalani..
Melahirkan itu pastilah ada rasa nyeri, wajar juga kalo ada rasa takut.. tapi semua akan baik-baik saja, karena kita memang sudah dibekali semua hal yang dibutuhkan untuk menjalaninya.. Dengan pikiran yang tenang dan positif, semua akan terasa lebih ringan :)
Amiin.. semoga segera diberi momongan ya :)
Wahh. setuju banget mbak, yang penting fikiran kita harus positif dan optimis. dan jangan lupa berusaha disertai do'a yang tulus.
Deletemakasih pengalamannya loh mbak. aku juga lg nyari sugesti kalo lahiran normal itu ga sesakit yang diceritain, walau aku ud ngerasain lahiran pake induksi sih :D
ReplyDeleteSama-sama mbak Quinie.. rasa takut itu wajar ada, dan menurut saya itu yg membuat terasa lebih sakit.. *bayangkan waktu kita grogi sampe sakit perut, hihi :D
DeleteRasa takut itu tidak perlu diingkari, itu manusiawi kok.. justru kita harus menggalinya.. curhat dengan diri sendiri, dan kemudian melepaskan perasaan itu, sehingga lebih lega dan kita bisa kembali berpikir logis dan positif :) *menurut pengalaman saya*
uwooo... iri banget bisa melahirkan dengan rileks, Mak.
ReplyDeleteSaya mah sukses teriak2 sampe minta dirujuk ke RS, haha. Padahal selama proses kehamilan, saya terus mensugesti positif, tapi ternyata masih belum berhasil pas melahirkan. Nanti coba lagi di kehamilan kedua.
makasih sudah berbagi pengalamannya, Mak ^^
Iya.. kuncinya di mengakui dan mendetailkan rasa takut atau emosi negatif lainnya Mak Novia.. ibarat curhat sampai lega banget.. Kadang kalo ga bener-bener menyempatkan diri untuk ini, masih ada sisa-sisa di alam bawah sadar..
DeleteBaru setelah itu dilepaskan dengan logika-logika sehingga bisa berpikiran positif..
Sama-sama Mak.. semoga kehamilan kedua lebih lancar.. Amiin :)
setiap ibu punya pengalaman yang berbeda di kehamilan dan kelahiran bayinya..
ReplyDeletesugesti positif memang sangat membantu mengurangi rasa sakit ketika melahirkan..
salam kenal dari djogja
Bener sekali mbak.. saya tidak henti-henti bersyukur karena dimudahkan pada saat melahirkan..
DeleteSalam kenal kembali dari Tanjung Enim.. saya juga asli Jogja lho :)
sempurnanya menjadi wanita adalah ketika mempunyai anak dari rahim sendiri mbak :)
ReplyDeletebeberapa hari lalu kakak ipar saya baru melahirkan hehe
Ada yang bilang proses melahirkan akan membuat wanita berubah, seperti metamorfosa kupu-kupu *bener ga ya, tapi semacam itulah*
DeleteSaya setuju sekali, menjadi ibu adalah pengalaman luar biasa, dan begitu beruntung wanita yg bisa mengalaminya..
Salam buat kakak ipar dan dedek bayi barunya ya :)
mbk,,cerita tentang mual2 nya ada gak?? mbk ngalamin mual muntah gak pas trimester pertama??kalo ada bagi2 donk cerita nya,,gimana cara nya biar mensugesti diri melawan mual muntah nya,,hehe...
ReplyDeleteSebenarnya saya cukup beruntung karena tidak mengalami mual pada kehamilan pertama saya mbak :D
DeleteKalau menurut saya mual, sakit dan segala rasa tidak nyaman lainnya itu harus diajak BERDAMAI bukan DILAWAN.. artinya, ya kita berusaha membuat diri kita sendiri nyaman dengan adanya perasaan itu, mungkin hasil akhirnya bukanlah hilangnya rasa mual, tapi perasaan kita yang lebih ringan meskipun mengalami mual.. yang tentu saja sebenarnya ini juga memperingan rasa mual ya..
Mungkin bisa dicoba dengan relaksasi sederhana (tarik napas panjang dan lepaskan), kemudian berbicara dengan diri sendiri, ajak diri sendiri bersantai, misalnya dengan tertawa pada diri sendiri dan katakan, "Hihi, ternyata rasanya mual seperti ini ya.. (elus-elus perut), sabar ya Dek.. nanti ilang mualnya Mama makan lagi deh :D"
Intinya adalah supaya kita bisa memandang 'mual' itu sebagai sesuatu yang ringan, bukan menyiksa dan berat.. insyaallah bisa membuat kita lebih bahagia..
*sekali lagi, ini jawaban dari orang yang belum berpengalaman, namun bisa dicoba ya.. ditunggu testimoninya.. hihi :D
iya Mbak, hamil itu memang menyenangkan dan melahirkan memang tidak seseram yang dibayangkan. Ajaibnya setelah dede bayi dan ari2nya keluar, rasa pegal itu betul2 hilang dari badan, bukan hanya karena melihat dede bayi sudah keluar ya Mbak. Kapan ya saya mendapatkan pengalaman itu lagi..
ReplyDeleteHihi.. berarti sudah siap untuk program punya baby lagi nih mbak Riski :D
Delete