Fiuh, akhirnya setelah absen menulis selama beberapa minggu,
akhirnya malam ini mulai lagi… Awal tahun 2015 memang benar-benar hari-hari
yang hectic untuk kami. Mulai dari
bersiap-siap untuk menyelesaikan hutang pekerjaan kantor sebelum mengambil cuti
melahirkan yang direncanakan pada tanggal 12 Januari 2015; yang ternyata harus
diubah menjadi orientasi kerja ke unit baru karena saya mendapatkan SK Mutasi
ke unit kerja baru. Alhasil sejak Bulan Desember hingga Januari benar-benar
menjadi hari super sibuk ditambah dengan persiapan pindahan rumah juga! Dari Tanjung
Enim, Sumatera Selatan ke Tarahan, Lampung Selatan… alhamdulillah satu kota
dengan tempat kerja suami.
Jadi, apa yang terjadi selama satu setengah bulan pertama di
tahun 2015 ini? Hmm, jawabannya: banyak! :D. Mungkin nanti akan ada waktu untuk
menceritakan hal-hal berkesan yang menciptakan insight-insight dalam hidup
saya, tapi untuk sekarang saya ingin bercerita tentang kelahiran anak kedua
kami, ‘Mahesha Abiyasa Parmana’ (Mahesh), pada Hari Minggu 18 Januari 2015
lalu. Here it is…
***
Hari itu, Selasa
(13/01/2015) malam setelah segala persiapan pindah selesai, kami pun
berangkat dari Tanjung Enim, Sumatera Selatan ke Tarahan, Lampung Selatan via
kendaraan darat dan sampai pada Hari Rabu (14/01/2015) siang. Sebuah
perjalanan yang jauh (400 km), lama (12 jam) dan melelahkan (jalan
berkelok-kelok dan berlubang-lubang). Dan karena itu, suami sebenarnya
menyarankan saya untuk beristirahat dan melapor pada Hari Senin (19/01/2015)
supaya tidak terlalu capek. Tapi, saya memiliki pertimbangan lain. Usia
kandungan saya sudah 38 minggu pada Hari Sabtu (17/01/2015), dan saat itu bayi
sudah cukup matang untuk dilahirkan. Ditambah dengan kelahiran Ganesh yang
waktu itu juga terjadi pada usia kandungan 38 minggu, saya pikir lebih baik
berjaga-jaga; segera melapor dan mengurus cuti melahirkan, daripada nanti
keburu melahirkan :D.
Sabtu-nya
(17/01/2015), perihal
‘berjaga-jaga’ jika persalinan segera terjadi pun berlanjut. Kali itu, kami
mencari dokter dan rumah sakit untuk bersalin.Untungnya sih kami
sempat minta rekomendasi dari dokter kandungan langganan di Tanjung Enim,
sehingga mengantongi dua nama dokter kandungan lain yang katanya bagus di kota
ini. Sehingga tanpa bingung terlalu lama, kami pun pergi ke RSIA Anugerah
Medika tempat kedua dokter ini praktek dan membuat janji konsultasi dengan Dr.
Idris, SpOG yang kebetulan praktek hari itu. Dr. Idris ini terlihat sangat
berpengalaman serta cukup senior, dan alhamdulillah kami merasa sreg dengan beliau untuk membantu
melahirkan nantinya walaupun baru sekali konsultasi. Oh ya, pada saat
konsultasi beliau menjelaskan bahwa usia kandungan saya sudah cukup matang jika
terjadi persalinan. Hmm, baiklah, untung semua sudah dipersiapkan; saya sudah
mengurus cuti (walaupun belum ditanda-tangani), barang-barang keperluan
melahirkan sudah ada (walaupun belum di-packing
dalam satu tas) dan dokter kandungan pun sudah memastikan diri tidak keluar
kota pada minggu-minggu itu. Aman… Dan kami pun pulang kembali ke rumah dengan
tenang.
Pagi dini hari berikutnya (Minggu, 18/01/2015) sekitar pukul 02:00, saya ingin ke kamar mandi…
dan tada! Di lantai kamar mandi
terlihat bercak lendir pertanda proses persalinan sudah benar-benar dekat. Pengalaman
melahirkan Ganesh dulu, sesaat setelah lendir ini keluar pembukaan pun dimulai
walaupun rasa mulas belum datang. Saya pun berusaha menghitung kapan persalinan
akan terjadi berdasarkan persalinan sebelumnya.
Berdasarkan pengalaman melahirkan anak pertama yang
membutuhkan waktu 20 jam sejak keluar tanda (lendir) hingga persalinan; saya
pun memprediksi anak kedua ini akan lahir dalam waktu 10 jam ke depan. Perhitungan
ini saya buat berdasarkan pendapat beberapa artikel yang menyebutkan bahwa
kelahiran anak kedua rata-rata membutuhkan waktu setengah dari kelahiran
pertama. Hmm, jadi menurut perkiraan saya, sekitar pukul 12.00 siang, anak
kedua saya akan lahir. Masih cukup lama dan mungkin rasa mulas baru akan terasa
intens sekitar pukul 10:00 nanti, karena itu saya pun tidak segera meminta
diantar ke RS. Saya hanya membangunkan suami untuk memberitahunya bahwa tanda
persalinan sudah muncul, dan besok pagi harus ke RS. Saat itu juga suami
terbangun dan menyiapkan tas yang akan dibawa ke RS, tapi karena kami belum
sempat beres-beres setelah pindahan, akhirnya kami bawa saja kontainer plastik,
daripada ribet memindahkan baju di dalam tas :D. Kemudian, setelah semua beres,
ternyata Ganesh malah terbangun dan kami memutuskan mengajaknya tidur kembali.
Pukul 07:00, saya
terbangun dan membersihkan diri bersiap-siap ke RS. Sepanjang jalan, rasa mulas
dengan intensitas yang ringan mulai terasa. Sekitar pukul 08:00, setiba di RS, saat akan diperiksa saya merasakan kontraksi
dan meminta pemeriksaan pembukaan ditunda dulu, tapi ternyata justru menurut
suster pemeriksaan ini lebih akurat dilakukan pada saat kontraksi. Hmm, sebuah
pengalaman baru dan jujur rasanya cukup menegangkan :D. Yah, tapi walaupun
menegangkan, kenyataan bahwa saya sudah mengalami pembukaan tiga cukup membuat
lega, karena sempat berpikir baru sebentar kok kontraksi sudah mulai terasa
membuat mulas, padahal persalinan Ganesh dulu membutuhkan waktu yang cukup lama
sampai terasa mulas. “OK, berarti prosesnya memang akan lebih cepat,” pikir
saya waktu itu.
Setelah diperiksa, diambil sample darah, mengisi administrasi dan berganti baju, saya pun
diminta menunggu di kamar sampai dokter datang. Di kamar pun saya sempat
berjalan-jalan beberapa lama (sekitar 1 jam) dan sarapan, sebelum akhirnya
memilih menunggu sambil merebahkan diri miring ke kiri dan meminta suami
mengurut pinggul belakang setiap kali kontraksi terasa. Saat itu rasa mulas
mulai terasa lebih intens, walaupun masih bisa di-manage.
Sekitar pukul 10:30,
suster jaga memanggil kami untuk turun ke ruang bersalin karena dokter yang
akan memeriksa sudah dalam perjalanan. Pada saat turun dari lantai tiga ke
lantai satu, saya masih bisa berjalan sendiri melewati jalan landai yang ada,
meskipun beberapa kali harus berhenti karena kontraksi terasa makin kuat. Di
ruang bersalin saya pun diperiksa pembukaan (lagi-lagi pada saat kontraksi!)
dan ternyata sudah pembukaan tujuh. Nah, dari situ rasa mulas itu semakin
intens dan kuat, sampai akhirnya sekitar pukul 11:30 rasa ingin buang air besar sudah semakin sulit ditahan. Melihat
keadaan saya (terlihat dan terdengar susah payah menahan rasa mulas dan ingin
BAB), suster pun kembali memeriksa pembukaan saya (lagi! Pada saat kontraksi!)
“Waduh suster, saya takut ga bisa nahan kalo diperiksa pas kontraksi…” kata
saya. Tapi, saya tetap diperiksa, dan tada!
Pembukaan sudah lengkap!
Antara bingung dan senang karena pembukaan begitu cepat dan
proses melahirkan akan segera dimulai, saya melihat para suster ber-sliweran menyiapkan peralatan dan tempat
bersalin. Sementara, saat itu dokter belum datang! Dan para suster pun
meyakinkan bahwa tidak masalah dokter belum datang, karena semua sudah
disiapkan dan saya akan dibimbing untuk proses persalinan. Namun, untunglah
tepat pada saat semua telah siap, dokter datang… Sebenarnya melahirkan dengan
bidan tidak masalah sih, tapi karena niat
awal kami ingin melahirkan dengan dokter, maka kehadirannya jelas membuat kami
lebih tenang.
Dan saya pun dibimbing untuk melalui proses persalinan… Beberapa
kali saya berusaha mengejan, tapi rasanya kok
tidak semudah melahirkan Ganesh dulu. Mungkin karena menurut dokter posisi bayi
masih agak tinggi dan air ketuban belum pecah. Untungnya sih para perawat dan dokter sangat sabar membantu persalinan saya,
sampai-sampai para suster memijat kaki saya karena saya mengeluh pegal, hihi
:D. Setelah beberapa kali mencoba (seingat saya tiga kali), bayi belum juga
terdorong keluar, saya malah merasakan kontraksi semakin jarang terjadi. Dokter
pun memecahkan ketuban saya dan meminta suster menyiapkan infus untuk
memperkuat kontraksi. Oh no, infus,
hmm, yang ada dalam pikiran saya waktu itu adalah saya tidak mau diinfus! Itu
hanya akan membuat saya semakin merasa tidak berdaya. Dan saat para suster
sibuk menyiapkan infus, untunglah saya kembali merasakan kontraksi dan dokter
pun membimbing saya untuk mengejan. One
last shot sebelum menyerah pada infus, saya pun berusaha sekuat tenaga,
berusaha mengikuti instruksi dokter. Dan akhirnya… alhamdulillah, kami pun
berhasil! Bayi mungil itu berhasil meluncur keluar dari rahim saya :D. Normal,
spontan, tanpa episiotomi, tanpa robekan dan tanpa jahitan; bonus yang juga
patut disyukuri.
Mahesha sesaat setelah dibersihkan
Berat badan: 2,7 kg; Panjang 45 cm
Mungil ya ;)
|
Bahagia sekali itu pasti… Semua rasa sakit dan lelah mendadak
hilang saat bayi mungil itu diletakkan di dada saya. “Hai Adek, ini Mama…”
bisik saya. Beberapa saat adek ditaruh di dada saya dengan harapan bisa
Inisiasi Menyusui Dini (IMD), tapi ini si adek malah anteng di dada saya sambil
kedap-kedip. Hehe, mungkin ASI saya belum cukup tercium olehnya kali ya… Dan
saya pun harus merelakan si adek dibersihkan dan diperiksa sebelum benar-benar
mengalami apa itu IMD. Yah, it’s OK, yang penting semua sehat. “Nanti habis
ini, Mama langsung susuin Adek deh…”
***
And that
day… 18/01/2015 on an
heavenly Sunday (seperti kata suami saya), pukul 12:03, tepat sebelum Adzan
Dzuhur berkumandang, buah hati kedua kami lahir ke dunia. Kami menamakannya ‘Mahesha
Abiyasa Parmana’ dengan harapan dia akan tumbuh menjadi seorang yang dapat
membawa perubahan (transformer) yang
bijaksana… amin.
Mahesha dengan Papa
|
Mahesha dengan Kakak
|
Welcome
to the world Mahesha… welcome to the world my son…
With Love,
Nian Astiningrum
-end-
welcome, Mahesha. Semoga sehat selalu, ya :)
ReplyDeleteMakasih tante.. amiiin :)
DeleteWaah selamat datang didunia ya mahesa. Everyones loves you :-)
ReplyDeleteMakasih tante.. alhamdulillah :*
DeleteAhhh... keren ga pake dijahit. saya mah Di obras semua, hiks hiks
ReplyDeleteSelamat ya, Mak. Semoga Mahesh jadi anak sholeh
Anak saya dua-duanya mungil Mak.. 2,7 kg, walaupun lingkar kepalanya sepertinya besar (prediksi USG selalu bilang beratnya 3 kg lebih :D)..
DeleteAmiiin.. makasih doanya :)