“Suwe ora jamu, jamu godhong tela,
Suwe ora ketemu, ketemu pisan gawe
gela.”
Sebagai
seorang yang lahir dan tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta selama kurang
lebih 23 tahun, wajar jika lagu ‘Suwe Ora Jamu’ di atas begitu
familiar bagi saya. Dan saat akhirnya merantau ke Sumatera Selatan, saya baru
menyadari bahwa lagu tersebut ternyata jauh lebih populer dari perkiraan sebelumnya. Sampai-sampai, rekan kerja saya
yang notabene adalah putri daerah
Sumatera Selatan asli dan belum pernah menginjakkan kakinya di Jawa sekali pun,
bisa menyenandungkan lagu ciptaan R.C. Hardjosubroto tersebut. Lagu dengan
lirik berima pantun ini menggunakan kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi
jamu sebagai ‘sampiran’ untuk menyampaikan cerita tentang sebuah pertemuan yang terjadi setelah
sekian lama dan berakhir mengecewakan. Penggunaan kebiasaan minum jamu
sebagai sampiran ini sendiri, bisa jadi merupakan refleksi maraknya penggunaan
jamu di masa lalu, sebelum harus bersaing dengan obat-obatan modern.
Penggunaan dan popularitas jamu di masa lalu memang tidak diragukan lagi, karena bahkan menurut sejarah rempah-rempah Indonesia sebagai bahan jamu lah yang mengundang Bangsa Barat untuk berlabuh di Kepulauan Indonesia. Namun, bagaimana dengan penggunaan dan eksistensi jamu saat ini? Apakah jamu masih bisa bertahan di tengah berkembangnya obat-obatan modern saat ini? Yang notabene tentu lebih praktis, mudah didapatkan dan banyak diresepkan oleh praktisi kesehatan (dokter) di Indonesia. Seperti halnya lagu ‘Suwe Ora Jamu’ yang masih begitu populer hingga sekarang.
Jamu yang berasal dari bahasa Jawa Kuno, ‘jampi’ atau ‘usodo’
merupakan istilah untuk menyebut ramuan dari tanaman obat. Penggunaan jamu ini
sudah dilakukan sejak ratusan tahun silam, dimana hal ini terdokumentasi dalam
kitab daun lontar maupun naskah lainnya. Dalam kitab daun lontar, terdapat Usada Ila yang berisi pengobatan
untuk penyakit lepra, Usada Kurantobolong yang berisi petunjuk pengobatan penyakit pada
bayi dan anak-anak, Usada Carekan Tua yang berisi pengobatan penyakit
orang-tua, dan banyak lagi. Sedangkan dalam bentuk naskah, penggunaan jamu
dimasa lalu didokumentasikan dalam naskah Gatotkaca Sraya, Bhomakawya, Sumanasantaka,
Lubdhaka dan banyak lagi. Selanjutnya, pencatatan jamu berkembang pesat dengan
masuknya Bangsa Eropa, sehingga sejak abad ke-16 Masehi yang banyak menerbitkan
publikasi tanaman obat Indonesia, seperti ‘Historia Naturalist et Medica Indiae’
yang ditulis oleh pelaut kebangsaan Portugis, Yacobus Bontius[1].
Penggunaan dan popularitas jamu di masa lalu memang tidak diragukan lagi, karena bahkan menurut sejarah rempah-rempah Indonesia sebagai bahan jamu lah yang mengundang Bangsa Barat untuk berlabuh di Kepulauan Indonesia. Namun, bagaimana dengan penggunaan dan eksistensi jamu saat ini? Apakah jamu masih bisa bertahan di tengah berkembangnya obat-obatan modern saat ini? Yang notabene tentu lebih praktis, mudah didapatkan dan banyak diresepkan oleh praktisi kesehatan (dokter) di Indonesia. Seperti halnya lagu ‘Suwe Ora Jamu’ yang masih begitu populer hingga sekarang.
Dan jawabannya
adalah iya! Walaupun dengan gempuran obat-obatan modern yang begitu dahsyat, hingga
detik ini pun jamu masih mempertahankan eksistensinya sebagai salah satu
alternatif pengobatan tradisional. Bukan hanya di Indonesia, tapi juga di
berbagai negara, dimana hal ini ditandai dengan terus meningkatnya eksport jamu
hingga mencapai angka USD 9,7 juta pada periode terakhir tahun 2013 lalu[2].
Dimana hal ini tentu tidak
lepas dari berbagai usaha untuk melakukan pendataan dan pengujian khasiat jamu
secara klinis agar penggunaan jamu lebih aman dan tepat sasaran; sekaligus untuk mengangkat martabat jamu secara
ilmiah di mata dunia internasional sebagai warisan budaya asli Indonesia yang memiliki
potensi penyembuhan berbagai penyakit. Kencur misalnya, sebagai bahan utama
Jamu Beras Kencur, ternyata secara empirik memiliki potensi sebagai
anti-obesitas[3]. Dan juga kunyit sebagai bahan utama Jamu Kunyit
Asam (Kunir Asem) yang memiliki manfaat untuk mengobati berbagai penyakit,
seperti diabetes melitus, tifus, usus buntu, disentri, keputihan, haid tidak
lancar, sakit perut saat haid dan banyak lagi[4].
Selain upaya melakukan uji klinis untuk mengangkat martabat jamu di dunia
ilmiah dan internasional, beraneka ragam penyajian jamu saat ini pun turut
mempopulerkan jamu di tengah masyarakat. Saat ini, jamu dapat ditemukan dalam
berbagai bentuk; seperti kapsul, tablet atau serbuk
dengan berbagai varian rasa untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan
kepraktisan dan mengurangi cita-rasa pahit. Selain itu, cara menjajakan jamu
pun kini tidak kalah bervariasi untuk menjangkau berbagai segmen masyarakat.
Jika dulu kita hanya mengenal jamu yang dijajakan oleh penjual jamu gendong,
kios-kios jamu atau diantarkan menggunakan sepeda atau alat transportasi
lainnya; kini jamu bahkan bisa ditemui di cafe-cafe. ‘Reina Herbal Drink Café’, salah satunya. ‘Reina Herbal Drink Café’ merupakan sebuah cafe yang didirikan oleh Made Ayu
Aryani demi menjawab tantangan untuk mengubah persepsi masyarakat yang tidak
menyukai jamu karena rasanya yang pahit. Dimana
hal ini diwujudkan ‘Reina Herbal Drink Café’ dengan penyajian jamu
dalam berbagai varian rasa di kedainya di Kota Solo[5].
Gambar 1
Pamflet ‘Reina Herbal Drink Café’
Sumber Facebook Page Resmi ‘Reina Herbal
Drink Café’
|
Perkembangan jamu saat ini memang begitu luar biasa, baik ditilik dari pengakuan secara ilmiah maupun popularitas di kalangan masyarakat. Namun, dibalik semua prestasi jamu tersebut, terselip sebuah kenyataan yang harus disadari dan segera dicarikan solusi; yaitu bagaimana meningkatkan kecintaan masyarakat akan jamu dan terus melestarikan jamu sebagai budaya Indonesia di masa depan. Karena, pada kenyataannya konsumen jamu saat ini cenderung berasal dari kalangan khusus yang didominasi oleh generasi tua, meskipun peminat jamu dari kalangan generasi muda pun masih tetap eksis dengan kuantitas yang lebih rendah. Dimana hal ini kemungkinan disebabkan oleh maraknya penggunaan jamu sebagai pengobatan pada masa lalu sebelum tergeser oleh obat-obatan modern. Sementara generaasi muda saat ini dihadapkan dengan pilihan pengobatan modern yang lebih praktis dan mudah didapat, sehingga bahkan banyak yang tidak mengenal jamu.
Permasalahan
jamu sebagai salah satu warisan budaya dan tradisi Indonesia, sama halnya
dengan permasalahan yang dihadapi berbagai budaya daerah lainnya yang semakin sedikit peminatnya dan tertinggal
popularitasnya dibandingkan budaya asing. Berkaitan dengan
pelestarian jamu, usaha mengangkat martabat
jamu secara ilmiah agar penggunaannya semakin diperhitungkan dalam dunia pengobatan
klinis secara nasional dan internasional, serta upaya
memasyarakatkan jamu tentu harus terus digalakkan. Namun, disamping upaya tersebut,
kita pun harus melakukan tindakan agar jamu dapat
dicintai seluruh kalangan masyarakat,
tidak terlupa pada anak-anak. Semua itu untuk merubah trend minat terhadap jamu secara demografi yang menurun pada generasi
muda. Sementara sesungguhnya di tangan merekalah kelestarian jamu di masa depan
dibebankan.
Seperti
halnya anak-anak yang harus diberikan informasi sejak dini mengenai berbagai kesenian tradisional agar mencintainya dan regenerasi terus terjadi. Kecintaan pada jamu
sebagai warisan budaya Indonesia pun harus ditanamkan sejak dini, agar baik kesenian daerah maupun jamu sebagai warisan
budaya Indonesia terus dicintai kini dan seterusnya. Dimana penanaman kecintaan dan kesadaran (awareness) akan jamu sebagai budaya
daerah sejak dini ini cenderung memiliki peluang keberhasilan yang tinggi,
karena anak-anak belum terkontaminasi dengan ketidakpedulian pada jamu. Bagi
mereka, segala pengetahuan adalah sesuatu yang menyenangkan dan menarik, sehingga
lebih mudah diberikan informasi untuk membentuk mereka
menjadi pribadi yang sadar akan manfaat jamu dan mencintainya.
Menanamkan
rasa cinta akan jamu sama artinya dengan memberikan pemahaman akan khasiat dan
kelebihan jamu dibandingkan alternatif pengobatan lain. Namun, tentu saja, memberikan
pengetahuan sekaligus menanamkan rasa cinta pada jamu untuk anak-anak harus
dilakukan dengan teknik yang edukatif sekaligus menyenangkan. Salah satunya
adalah dengan Program Edukasi TOGA (Tanaman Obat Keluarga) pada anak-anak. TOGA
adalah tanaman hasil budidaya rumahan yang berkhasiat sebagai obat yang
diwujudkan dalam bentuk sebidang tanah yang digunakan untuk membudidayakan obat
untuk keperluan pengobatan keluarga[6]. Jenis tanaman yang dapat
dimanfaatkan sebagai TOGA sangat bervariasi; misalnya sebagai berikut[7]:
NO
|
NAMA
TANAMAN
|
KHASIAT/MANFAAT
|
1.
|
Urang-Aring (Eclipta alba)
|
Digunakan untuk penyakit muntah darah, mimisan,
kencing darah, hepatitis, diare dan keputihan
|
2.
|
Viola (Viola odorata Linn.)
|
Berpotensi sebagai obat gangguan syaraf, anti
bakteri, anti jamur, antioksidan, anti plasmodium, obat cacing dan
sitotoksik, analgesik, anti-inflamasi, diuretik dan menurunkan tekanan darah
|
3.
|
Sisik Naga (Drymoglossum
piloselloides [L.] Presl.)
|
Berfungsi sebagai anti jamur atau anti bakteri
|
4.
|
Singkong (Manihot esculenta/Manihot
utilissima)
|
Mengobati rematik, demam, sakit kepala, diare,
cacingan, luka bernanah, luka karena panas, mengembalikan pandangan kabur dan
meningkatkan nafsu makan
|
5.
|
Salvia (Salvia splendens Ker. Gawl)
|
Mengobati demam, bisul, luka terpukul, terkilir dan
bengkak
|
6.
|
Patah Tulang (Eupharbia tirucalli
L.)
|
Mengobati sakit lambung, rhematik, sifilis, wasir,
tukak rongga hidung, nyeri saraf (akar dan ranting), serta penyakit kulit,
kusta, tulang patah, sakit gigi, tahi lalat membesar dan gatal, kutil,
tertusuk benda tajam (kaca), kapalan/penebalan kulit dan keseleo
|
7.
|
Mundu (Garcinia dulcis)
|
Sebagai antioksidan, antibaktersi, antivirus,
antikanker, antiinflamasi dan pengobatan penyakit kardiovaskuler. Bagian batang
sebagai antimalaria. Bagian buah mengobati luka, gondok dan sariawan
|
8.
|
Mengkudu (Morinda citrifolia)
|
Obat antihipertensi, sakit kuning, demam, influensa,
batuk, sakit perut, menghilangkan sisik pada kaki dan anti diabetes
|
9.
|
Lidah Mertua (Sansevieria
trifasciata Prain.)
|
Mengobati demam, gatal-gatal, diabetes, wasir,
influenza, batuk, radang saluran pernapasan dan kanker ganas. Selain itu
digunakan sebagai obat luar untuk keseleo, luka terpukul, gigitan ular
berbisa, borok, bisul penyubur rambut, antibiotik dan penghilang rasa sakit
|
10.
|
Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus
Bl. Miq)
|
Daun kering digunakan sebagai obat memperlancar
pengeluaran air kemih (diuretik). Bermanfaat juga untuk pengobatan radang
ginjal, batu ginjal, demam, kencing manis, albuminuria, penyakit syphilis,
reumatik, hipertensi dan menurunkan kadar glukosa darah, serta sebagai
antiinflamasai, antioksidan dan antibakteri
|
11.
|
Kompri/Kompfrey (Symphitum
officinale L)
|
Mengobati rematik, pegal linu, diare, nyeri ulu
hati, kanker payudara, bronkitis, luka memar, diabetes, patah tulang,
hipertensi, radang usus, sakit lambung, amandel, kencing berdarah dan wasir
berdarah
|
12.
|
Kembang Telang (Clitoria ternatea)
|
Mengobati sakit tenggorokan, infeksi mata, penyakit
kulit, abses, bisul, radang mata merah dan sakit telinga
|
13.
|
Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)
|
Dapat mencegah terjadinya kanker kolon, mencegah
tumor, sebagai antibakteri, mengobati amandel, malaria, ambeien, sesak napas,
influenza, batuk, sakit panas, sembelit, disentri, sakit perut, masalah
datang bulan, baru badan dan keriput pada wajah
|
14.
|
Cabe Rawit (capsicum frutescens)
|
Sering digunakan sebagai obat antirematik, obat
sakit otot, sakit gigi dan campuran obat gosok. Secara empirik digunakan
untuk mengobati sakit perut, perut kembung, batuk dan asma
|
15.
|
Beluntas (Pluchea indica (L.)
Lees.)
|
Meningkatkan nafsu makan, membantu pencernaan,
peluruh keringat (difoterik), pereda demam (antipiretik) dan penyegar
|
Gambar 2
Contoh TOGA
Diambil dari:
http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection
|
Program ini dilakukan dengan mengajak anak untuk bersama-sama menanam tumbuh-tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan tradisional (jamu) untuk penyakit-penyakit yang umum (tidak kronis dan perlu penanganan dokter). Melalui proses ini, anak-anak sekaligus diajarkan manfaat dari masing-masing tanaman obat. Dimana tentu saja edukasi tentang manfaat dan khasiat tanaman ini harus dilandasi dengan penelitian empirik yang telah dilakukan. Sehingga dengan cara ini, anak akan mengerti khasiat pengobatan dari tanaman-tanaman yang mungkin dapat ditemukan dengan mudah di dapur dengan cara yang menyenangkan, karena melibatkan aktivitas fisik yang menantang, yaitu bercocok-tanam.
Gambar 3
Tanaman Obat Keluarga (TOGA) atau Apotek
Hidup
Milik warga RW 09, Pondokkelapa,
Durensawit Jatim[8]
|
Program
Edukasi TOGA pada anak-anak ini dapat diaplikasikan dalam berbagai setting pembelajaran; misalnya di
sekolah, Kelompok Bermain atau bahkan di rumah. Dalam hal ini tentu saja
pembimbing, baik guru maupun orang-tua memegang peran penting. Karena melalui
para pembimbing ini, bukan hanya pengetahuan yang akan disampaikan kepada anak
didik, tapi juga tentang menanamkan rasa cinta dan bangga akan jamu sebagai
obat tradisional Indonesia. Sehingga dengan demikian, pembimbing selain harus
memiliki pengetahuan mengenai TOGA yang memadai, juga harus mampu membimbing anak
didiknya dengan ramah dan menyenangkan.
Selanjutnya,
agar lebih seru dan menantang, berbagai improvisasi dan permainan dalam
kegiatan Edukasi TOGA pun dapat dilakukan. Misalnya, untuk setting sekolah, Edukasi TOGA bisa dilakukan dengan mengadakan
lomba Apotek Hidup atau TOGA antar kelas. Di rumah, orang-tua bisa mengajak
menanam TOGA sambil bermain tebak-tebakan tentang manfaat suatu tanaman sambil bercocok-tanam,
dan banyak lagi, asalkan kegiatan tersebut menyenangkan dan mendidik bagi
anak-anak.
Gambar 4
Program Edukasi TOGA pada anak-anak
dan manfaatnya
|
Dalam hal
ini (Edukasi TOGA bagi anak-anak), berbagai pihak dapat ikut terlibat dan
membantu. Misalnya lembaga seperti Biopharmaca Research Centre (BRC) atau Biofarmaka IPB bekerjasama dengan sekolah-sekolah untuk mengadakan kegiatan ekstrakurikuler
Menanam TOGA ataupun memanfaatkan waktu yang kosong untuk kegiatan Menanam TOGA.
Selain juga, dapat ikut serta memberikan penyuluhan pada para orang-tua di
lingkungan kampus, agar bisa melakukan Edukasi TOGA untuk anak-anak mereka.
Dengan demikian, Edukasi TOGA akan menjangkau anak-anak dalam lingkungan yang
lebih luas. Dan dengan banyaknya anak-anak yang mendapatkan Edukasi TOGA ini,
maka diharapkan akan lebih banyak anak Indonesia yang menyadari dan mencintai
jamu sebagi alternatif pengobatan
serta warisan budaya nasional. Sehingga bangsa ini memiliki penerus yang mencintai
jamu dan jamu pun akan terus lestari kini dan nanti. Tidak hanya berakhir
sebagai peninggalan sejarah dalam museum atau
berakhir pada publikasi-publikasi jurnal ilmiah.
Anak-anak
sebagai generasi penerus adalah penentu kehidupan warisan budaya bangsa di masa depan. Karena itu, mari kita tanamkan kesadaran dan
kecintaan mereka pada jamu sejak dini, agar jamu tetap lestari tak lekang
oleh kemajuan jaman, salah satunya
melalui Edukasi TOGA pada anak-anak. Mari ajak anak-anak kita bercocok-tanam
untuk kesehatan dan kelestarian budaya Indonesia!
With
Love,
Nian
Astiningrum
-end-
Referensi:
- Trubus. 2012. Herbal Indonesia Berkhasiat Bukti Ilmiah & Cara Racik Vo. 10. Depok: Trubus.
- Sindonews.com. (21-04-2014). Industri Jamu Makin Menjanjikan. http://ekbis.sindonews.com/read/856221/34/industri-jamu-makin-menjanjikan. Diakses tanggal 02 September 2014.
- Iswantini, D., Darusman, L.K. & Fitriyani, A. 2010. Uji In vitro Ekstrak Air dan Etanol dari Buah Asam Gelugur, Rimpang Lengkuas dan Kencur sebagai Inhibitor Lipase Pankreas. http://biofarmaka.ipb.ac.id/publication/journal/65-uji-in-vitro-ekstrak-air-dan-etanol-dari-buah-asam-gelugur-rimpang-lengkuas-dan-kencur-sebagai-inhibitor-aktivitas-lipase-pankreas. Diakses tanggal 29 Agustus 2014.
- Biopharmaca Research Center. (03-05-2013). Kunyit (Curcuma domestic Linn.). http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/564-herbal-plants-collection-kunyit. Diakses tanggal 29 Agustus 2014.
- Terasolo. (18-03-2013). Reina herbal Drink Cafe, Promosikan Jamu Lewat Konsep Kafe. http://terasolo.com/kuliner/reina-herbal-drink-cafe.html. Diakses tanggal 26 Agustus 2014.
- Wikipedia. (01-08-2014). Tanaman Obat Keluarga. http://id.wikipedia.org/wiki/Tanaman_obat_keluarga. Diakses tanggal 01 September 2014.
- Biofarmaka.ipb.ac.id. (29-08-2013). BCCS Collection. http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection. Diakses tanggal 04 September 2014.
- Jakarta.go.id. (_________). Apotek Hidup Koleksi 100 Jenis Tanaman Obat. http://www.jakarta.go.id/v2/news/2011/02/Apotek-Hidup-Koleksi-100-Jenis-Tanaman-Obat#.VAAlMKPv9Ow. Diakses tanggal 29 Agustus 2014.
Super-kompleeeettt, ini kandidat kuat pemenangnya niih, hehehe... Keren, mak!
ReplyDeleteHihi.. makasihhhh.. menang ga menang tetap senang Mak :D
DeleteTemanya menarik, kebetulan dapat ide dan tulisannya insyaallah bermanfaat buat banyak orang + pelestarian jamu tentunya *semoga saja :).. jadi puass :D
Mantaap tulisannya Mbak, salam kenal ya. Silahkan mampir juga di http://sulistyoriniberbagi.blogspot.com/2014/08/melestarikan-jamu-memajukan-budaya.html
ReplyDeleteMakasih mak.. salam kenal juga ^_^
DeleteLangsung meluncur nih.. makasih sudah berkunjung ya :D
SEmoga sukses ya Mak...tulisannya penuh manfaat :)
ReplyDeleteAmin.. makasih mak Muthia ^_^
DeleteBeli jamunya dunk? beras kencur gak pake manis....
ReplyDeleteSuper duper deh, edukasi TOGAnya makjlebs
Boleh.. boleh.. monggo diminum.. hihi..
DeleteDari dulu paling suka berhadapan dg anak-anak.. mereka cenderung terbuka dan menyukai pengetahuan baru, tinggal kitanya cariin aktivitas yg menarik n seru..
Makasih sudah mampir mak ;)
wih... mantap, jadi terinspirasi.. :)
ReplyDeleteAyo mak Riski murid-muridnya diajak bercocok tanam tanaman obat :D
DeleteJamu yang aku suka kunir asem :D
ReplyDeleteKalo jamu yang seger-seger.. paling suka jamu Beras Kencur.. hihi :D
DeleteMantap Mak tulisannya...sangat informatif... Ngomong2 masalah jamu aku adalah penyuka jamu sejak lama... Seingatku sejak usia SD aku sdh ikut2an mama minum jamu gendong... Kebiasaan minum jamu gendong berlanjut hingga kini... Bila aku masuk angin atau badan kurang sehat cukup minum segelas jamu gendong lalu aku akan merasakan kesegarannya... badan terasa enteng dan bugar... Aku percaya minum jamu gendong yang dibuat dan diolah sendiri oleh si embok jamu bisa menyehatkan...karena bahan2nya diracik sendiri dari tumbuh2an yang berkhasiat dan asli Indonesia... Bila ingin lebih segar lagi citarasa jamunya...aku minta pada si embok jamu utk menambahkan kuning telor ayam kampung atau madu....kesegarannya semakan terasa lho... Kebetulan di depan kantorku tiap pagi ada penjual jamu gendong... Sebelum beraktifitas dan memulai pekerjaan aku minum jamunua si embok ini....hmmm....segar deh...
ReplyDeleteMakasih mak.. alhamdulillah bisa beneran bermanfaat..
DeletePas masih kecil juga suka minum jamu, kalo yang model delivery sih yang banyak pake sepeda.. belinya ya seputar jamu Kunir Asem atau Beras Kencur..
Kalo jamu yang bertujuan buat obat, sering juga jamu sehabis datang bulan, pilek sama bersih darah (soalnya saya jerawatan).. meskipun pahit, entah kenapa jamu jerawat ini justru yang paling manjur ngilangin jerawat..
Kalo sekarang, sudah jarang sekali.. di Sumsel agak jarang ada penjual jamu.. kalo lagi kangen paling beli jamu Beras Kencur n Kunir Asem sachetan.. :D
Yah, semoga nanti disini ada kafe-kafe jamu yang bisa buat hangout sekalian.. haha, berasa masih muda aja :D
emang keren nih, suka bacanya.
ReplyDeleteAlhamdulillah.. makasih mak Ida.. *hug*
Deletebaru tahu ada cafe jamu...bookmark akh siapa tahu travelling ke solo
ReplyDeleteIya mak.. punya teman sealmamater waktu kuliah mak.. saya pengen mampir juga, cuma jauuh.. :D
DeleteMenarik tuh, ada kafe jamu...
ReplyDeleteIya.. coba aja kapan-kapan mas Adi :)
DeleteJamu dalam suasana cafe, pastinya lebih menarik untuk kalangan anak muda ;)
Melestarikan jamu memang harus dengan cara-cara yang inovatif supaya efektif..
Terima-kasih sudah mampir :)
nah itu kerjaan saya mak, mengedukasi supaya di pekarangan rumah ada toga, juga mengenalkan tanaman termasuk toga kepada anak2, tantangan berat nih mak karena gak semuanya tergerak padahal menanam itu mengasikkan
ReplyDeleteUp.. mak Evrina :)
Deletedulu suka menanam tanaman obat, tapi baru tumbuh sedikit udah dicabut *penasaran sama umbinya, alhasil ga jadi hidup XD
ReplyDeleteHihi.. ya tinggal tanam lagi kalo penasarannya dahnterjawab :D
DeleteAyo sekarang tanam lagi.. jadi ga bingung-bingung kalo butuh.. sekalian ngajakin tetangga-tetangga boleh juga lho ;)
iya bener, mencintai jamu harus diajarkan sejak dini ya mbak
ReplyDeleteMengajarkan kebaikan pada anak-anak selalu punya poin plus.. pertama mereka belum terkontaminasi dg sikap tertentu sehingga lebih netral dengan pengetahuan yg kita berikan, kedua akan lebih menetap sepanjang hidup.. seperti kata ungkapan.. belajar dimasa muda bagai melukis di atas batu, belajar di masa tua bagai melukis di atas air..
DeleteDan ketiga khususnya pada pelestarian jamu, mereka inilah harapan kita akan perkembangan jamu di masa depan.. *bayangkan kita-kita ini sudah ga ada lagi :D
Terima-kasih sudah mampir :)